"Penanganan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebanyak 137.952 kasus, prapenuntutan sebanyak 122.365 kasus, penuntutan sebanyak 113.776 kasus, upaya hukum banding 5.198 kasus, kasasi 3.603 kasus, PK 113 dan grasi ada 100 kasus," kata B
Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung memaparkan pencapaian kinerja selama 2019 dari mulai soal pembubaran Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4), vonis hukuman mati dalam perkara narkotika hingga penyitaan aset Yayasan Supersemar.

Terkait pembubaran TP4, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin sadar masih ada jaksa yang memainkan kegiatan bersifat perbuatan tercela, sehingga berani mengambil keputusan pembubaran TP4.

"Sebenarnya walaupun kami berat hati tentang pembubaran ini, tapi kami juga yakin langkah itu adalah langkah yang terbaik," kata Jaksa Agung, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin.

Setelah pembubaran TP4, Jaksa Agung memutuskan akan mengembalikan tugas dan fungsi yang tadinya diemban TP4 tentang pengawasan dan pengawalan pembangunan seperti diamanahkan kepada kejaksaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.

Adapun tugas tersebut antara lain menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat.

Dalam hal pembangunan, ia menyadari perlu untuk mengundang investasi masuk. Karena itu, Kejaksaan Agung membentuk Satuan Tugas Pengamanan Investasi Pusat.

"Kami membuka hotline untuk investasi, jadi silakan kalau nanti daerah-daerah atau mungkin para investor yang merasa dirugikan oleh satu aturan di daerah, bisa disampaikan kepada kami," ujar Jaksa Agung.

Kemudian, ia juga menyinggung soal hukuman penyitaan terhadap aset Yayasan Supersemar oleh Kejaksaan Agung.

"Kejaksaan telah berhasil mengeksekusi sekitar Rp242 miliar aset Yayasan Supersemar dari putusan sebesar 315 juta dolar Amerika Serikat dan sekitar Rp139,4 miliar. Ini akan terus kami upayakan pengembalian Supersemar ini," ujar dia pula.

Penyitaan itu dilakukan dalam menjamin penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang terfokus pada sasaran.

Selain Yayasan Supersemar, Kejaksaan Agung juga menangkap buronan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Kokos Jiang, dan mengeksekusi uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp477,3 miliar pada November 2019.

Kokos terjerat kasus itu saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Tansri Madjid Energi (PT TME) terkait kerja sama antara PT TME dengan PT PLN Batubara dalam hal pengadaan batu bara.

Kejaksaan Agung juga menangkap buronan Atto Sakmiwata Sampetoding yang ditangkap tim tangkap buron (tabur) kejaksaan saat hendak masuk ke Kuala Lumpur, Malaysia November 2019. Atto merupakan koruptor Rp 4 miliar yang telah divonis 5 tahun penjara.
Baca juga: Jaksa Agung merilis capaian kejaksaan selama 2019

Kasus yang menjerat Managing Director PT Kolaka Mining Internasional bermula saat perusahaannya mengekspor nikel ke China dalam bentuk mentah sebanyak 222 ribu metrik ton dengan harga Rp78 miliar pada 2010. Penjualan nikel itu atas perjanjian jual beli dirinya dengan Pemda Kolaka sehingga seolah-olah merupakan peristiwa keperdataan biasa. Belakangan diketahui terjadi selisih harga Rp24 miliar yang dinikmati Atto.

Saat ini, Kejaksaan Agung tengah memproses kasus PT Asuransi Jiwasraya dengan membentuk tim khusus untuk menangani permasalahan di salah satu badan usaha milik negara ini yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp13,7 triliun.

Dalam hal tindak pidana umum, tindak pidana narkotika menjadi perkara paling banyak yang ditangani Kejaksaan Agung selama 2019 dan cukup banyak mengalami penuntutan hukuman mati.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut ada sekitar 22.990 perkara tindak pidana narkotika yang ditangani Kejaksaan Agung selama 2019.

"Dan untuk teman-teman ketahui, hampir di dalam penuntutan (tindak pidana) narkoba, kami satu bulan itu setidak-tidaknya ada 10 perkara dengan tuntutan hukuman mati," ujar Jaksa Agung.

Kendati adanya persoalan hak hukum mendasar yang belum selesai akibat dari peraturan perundang-undangan di Indonesia, membuat pelaksanaan eksekusi tersebut belum dilakukan seperti hak banding, hak kasasi, hingga hak peninjauan kembali.

Kemudian perkara tindak pidana lain yang cukup banyak adalah tindak pidana perlindungan anak sebanyak 2.890 perkara, tindak pidana kehutanan sebanyak 331 perkara dengan 17 tersangka korporasi dan 314 tersangka perorangan.

Adapun selama 2019, Kejaksaan Agung telah menerima total Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) se-Indonesia sebanyak 137.952 perkara.
Baca juga: Jaksa Agung: Kinerja kejaksaan dinilai bebasnya daerah dari korupsi

Perkara yang sedang dalam prapenuntutan sebanyak 122.365, dan penuntutan sebanyak 113.776, dan tingkat upaya hukum banding sebanyak 5.198, kasasi sebanyak 3.603 serta grasi sebanyak 100 perkara.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan fokus program di tahun 2020 adalah sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Karena itu, ia akan mencanangkan program bukan hanya dalam rangka melakukan penindakan, tetapi juga pencegahan.

Ke depan, ia juga akan mengevaluasi sumber daya manusia di lingkup Kejaksaan untuk mendukung visi-misi Presiden Jokowi untuk menciptakan SDM Unggul, Indonesia Maju.

Untuk itu, ia menyinggung diperlukan pendelegasian wewenang pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan anggaran dan pelaksanaan mutasi kepala kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia.

"Selama ini, kejaksaan tinggi kalau ada jaksa yang nakal atau pegawai yang nakal, kepala kejaksaan tinggi tidak bisa berbuat apa-apa karena semuanya terfokus pada Kejaksaan Agung. Akhirnya kajatinya kayak kambing congek aja. Supaya kajatinya punya marwah, harus diberikan kewenangan ini. Jadi kalau ada di daerah jaksa yang nakal, ya sudah dipindahin, diputer. Tapi itu juga ada aturan-aturan dan langkah-langkah tertentu," kata Burhanuddin pula.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019