Brisbane (ANTARA News) - Eksekusi Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera Minggu dini hari menjadi waktu bagi segenap rakyat Indonesia dan Australia untuk mengingat dan memanjatkan doa bagi 202 keluarga korban insiden Bom Bali 12 Oktober 2002 di kedua negara. Pernyataan itu disampaikan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd seperti dikutip jaringan pemberitaan ABC, Minggu, menanggapi eksekusi ketiga pelaku serangan di Bali enam tahun lalu yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 orang warga Australia, itu. Menteri Luar Negeri Stephen Smith sendiri kembali menegaskan keprihatinan pemerintah Australia tentang keselamatan banyak warga negaranya yang sedang berkunjung ke Indonesia. Pemerintah meminta mereka lebih berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan, serta menghindari tempat-tempat yang pernah menjadi sasaran serangan kelompok teroris, seperti bar pantai dan sejenisnya, katanya. Pemerintah Australia mengkhawatirkan kemungkinan aksi demonstrasi maupun pembalasan para pendukung Amrozi cs, kata Menlu Smith. Kematian Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudera di ujung peluru regu eksekusi Polri Minggu dinihari itu disikapi secara berbeda oleh beragam kalangan di Australia. Indonesianias kawakan Universitas Nasional Australia (ANU), Dr. George Quinn, kepada ANTARA mengatakan, eksekusi ketiga terpidana mati kasus Bom Bali I itu tidak menjadi masalah besar bagi Indonesia dalam jangka panjang kendati segelintir orang menganggap mereka "martir". "Tewasnya Armozi cs akan menjadikan mereka "martir" (syuhada/pahlawan, red) bagi segelintir orang di Indonesia. Kehadiran mereka yang bersimpati pada Amrozi dkk ini tidak bisa dihapus, tapi patut dirisaukan dan dikendalikan (otoritas Indonesia-red.)," katanya. Akademisi ANU yang juga penulis Buku "The Novel in Javanese" (Leiden, 1992) dan "The Learner`s Dictionary of Today`s Indonesian" (Sydney, 2001) ini mengatakan, eksistensi segelintir orang yang bersimpati pada Amrozi dkk ini tidk mungkin terkikis dari komunitas Indonesia dalam beberapa tahun mendatang. Namun, dengan keterbukaan Indonesia pada masyarakat dunia khususnya melalui pariwisata, warga dunia akan dapat langsung melihat dan berinteraksi dengan masyarakat Muslim Indonesia yang umumnya moderat sehingga pandangan mereka tentang Indonesia dan Muslim Indonesia akan proporsional, kata Quinn. Keinginan jadi martir Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Australia-Selandia Baru, H.S. Eko Zuhri Ernada melihat eksekusi Amrozi cs tidak menyelesaikan masalah dan tidak berprikemanusiaan. Sebaliknya hukuman mati itu justru memenuhi keinginan mereka untuk menjadi martir. "Saya dari dulu tidak setuju eksekusi Amrozi cs karena hukuman tersebut hanya memenuhi keinginan mereka untuk menjadi martir. Citra martir itu pun kini sudah terjawab di masyarakat seperti adanya orang yang menjual baju kaos bergambar Amrozi," kata kandidat doktor ANU itu. Hanya saja apa yang dilakukan Amrozi dkk di Bali enam tahun lalu tetap salah karena Indonesia bukanlah lokasi perang melainkan tempat damai, sehingga membunuh warga sipil yang tidak bersalah tidak dapat dibenarkan, kata Eko. Bagi sebagian keluarga korban Bom Bali 2002 di Australia, eksekusi Amrozi dkk melegakan hati mereka. Maria Kotronakis, warga Sydney yang kehilangan dua saudara perempuannya dalam insiden yang terjadi enam tahun lalu, seperti dikutip "The Herald Sun", misalnya, mengatakan, pihak keluarganya sangat senang karena keadilan yang mereka tunggu-tunggu sejak lama akhirnya datang. "Akhirnya momen itu datang juga. Kami sangat gembira. (Momen kematian Amrozi cs-red.) itu sesuatu yang setiap hari kami harapkan," katanya. Kepastian bahwa eksekusi Amrozi cs sudah dilakukan disampaikan secara resmi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Minggu dinihari. Ketiga terpidana mati kasus Bom Bali 2002 itu sudah dieksekusi hari Minggu (9/11) sekitar pukul 00.15 WIB atau pukul 03.15 waktu Brisbane (Australia) di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, katanya. Ambivalen Dalam masalah eksekusi Amrozi cs, pemerintah Australia bersikap ambivalen. Menlu Stephen Smith menegaskan bahwa pemerintahnya memandang hal itu sebagai proses hukum Indonesia. Di mata PM Kevin Rudd, Amrozi cs tidak lebih dari para "pembunuh" dan dampak dari serangan mereka di Bali enam tahun lalu terhadap para keluarga korban membuat "hatinya menangis", katanya segera setelah rencana eksekusi Amrozi cs diumumkan otoritas Kejaksaan Agung RI lebih dari sepekan lalu. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008