Jakarta (ANTARA News) - Ketua Bidang Advokasi DPP PDI Perjuangan, Syarif Bastaman menilai eksekusi terhadap Amrozi, Imam Samudra dan Mukhlas mengabaikan "perasaan" korban Bom Bali dan keluarga terpidana karena pelaksanaan terlalu lama. "Pemerintah seharusnya punya ketegasan dari awal mengingat sudah sekian lama `menggantung` proses hikum yang sudah final," kata Syarif melalui layanan pesan singkat, Minggu saat ditanya mengenai eksekusi terpidana mati kasus Bom Bali I tersebut. Syarif yang alumni Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu mengatakan, selain unsur kepastian, pemerintah juga mengabaikan perasaan korban Bom Bali dan keluarga terpidana. "Rasa sedih korban Bom Bali seharusnya juga dijadikan pegangan pemerintah. Psikologis korban sudah lama terombang-ambing demikian juga perasaan keluarga yang meninggu kepastian," kata politikus kelahiran Tasikmalaya yang menjadi Caleg PDIP untuk daerah pemilihan IX Jabar. Untuk itu Syarif Bastaman meminta di masa depan pemerintah berkomitmen untuk tidak mengulur-ulur waktu pelaksanaan eksekusi terhadap mereka yang sudah dijatuhi hukuman mati dan pelaksanaannya jangan menunggu momentum untuk memperbaiki citra. Amrozi divonis mati pada 7 Agustus 2003 sementara Imam Samudera dan Mukhlas divonis mati pada 10 September dan 2 Oktober 2003. Ketiganya mengajukan banding namun ditoleh oleh Pengadilan Tinggi Denpasar. Upaya kasasi juga ditolak oleh Mahkaman Agung pada 2004 dan 2005. Mereka juga mengajukan Peninjauan Kembali ke MA. Kejaksaan Agung mengumumkan kepastian eksekusi mati terhadap ketiganya pada 24 Oktober 2008. Persitiwa ledakan bom di tiga tempat di Bali pada 12 Oktober 2002 sangat menyentak Indonesia dan dunia karena ledakan di depan Sari Club dan Paddies Cafe tersebut menewaskan 202 orang terdiri 38 WNI dan 164 turis asing.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008