Medan, (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara berpendapat tiga terpidana mati kasus bom Bali I, Amrozi, Imam Samudera dan Ali Ghufron tidak tergolong mati sahid. "Ketiga terpidana yang dieksekusi mati itu adalah orang yang menjalani hukuman dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negeri ini," kata Ketua MUI Sumut, H. Abdullah Syah menjawab ANTARA di Medan, Senin. Abdullah mengemukakan hal itu ketika dimintakan komentar mengenai pendapat beberapa masyarakat yang menyebutkan bahwa ketiga terpidana itu adalah mati sahid. Ketiga terrpidana mati kasus bom Bali I, yakni Amrozi, Imam Samudera dan Ali Ghufron dieksekusi mati di Nirbaya, Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap Minggu dini hari (9/11) oleh regu tembak dari satuan Brimob Polri. Abdullah Syah menambahkan, orang yang digolongkan mati sahid adalah yang melakukan jihad dengan cara melawan musuh, misalnya melawan orang kafir. "Tidak seperti yang dilakukan ketiga terpidana itu, melakukan pengeboman di Bali pada tahun 2002 yang mengakibatkan banyaknya jatuh korban jiwa orang yang tidak berdosa, juga banyak mengalami luka-luka," kata Abdullah. "Orang yang melakukan jihad itu tidak melakukan pengeboman, seperti terjadi di Bali yang merugikan masyarakat atau jatuhnya korban jiwa yang tidak berdosa," katanya. Dia mengharapkan, setelah pelaksanaan eksekusi mati terhadap pelaku bom Bali itu tidak ada lagi kasus teror bom di Indonesia. Pelaksanaan eksekusi mati itu juga mengingatkan kepada masyarakat agar bertobat dan tidak mengikuti perbuatan salah dan melanggar hukum. "Tentunya, setiap orang yang terbukti melakukan kesalahan atau melanggar hukum, akan dijatuhi hukum yang tegas, sesuai dengan kesalahan yang mereka perbuat," katanya. Menurut dia, di dalam ketentuan ajaran Islam, terdapat larangan seseorang melakukan tindakan kekerasan yang dapat merugikan masyarakat, bangsa dan negara. "Dalam Islam diajarkan agar umat manusia selalu berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji," kata Abdullah Syah yang juga Guru Besar IAIN Sumut.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008