Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Usep Setiawan menyatakan perlu dilakukan proses mediasi yang menghasilkan "win-win solution" dalam penyelesaian sengketa lahan antara warga dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di sejumlah daerah. "Hak masyarakat jangan dikubur begitu saja, tapi diakomodir. Begitu juga dengan PTPN, harus melihat kebutuhan masyarakat sekitar," kata Usep di Jakarta, Selasa. Menurut dia, fenomena masalah agraria di Indonesia selalu berkaitan dengan masalah klaim historis yuridis dengan klaim historis sosiologis. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik itu PTPN ataupun Perhutani, selalu berpijak pada klaim historis yuridis sedangkan masyarakat, dalam hal ini ahli waris maupun kaum adat, berpegang pada klaim yuridis sosiologis. Dalam menyikapi permasalahan ini, katanya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Negara BUMN, harus mengkaji permasalahan secara obyektif. "Tidak ada salahnya untuk melakukan audit terhadap PTPN dan Perhutani," katanya. Demikian pula ketika persengketaan itu terlanjur bergulir di pengadilan. Usep berharap aparat penegak hukum mampu memutuskan persoalan itu secara adil dan manusiawi. Di sisi lain, kata dia, masyarakat yang memperjuangkan haknya harus mengorganisir diri dalam kekuatan independen, seperti bentuk-bentuk organisasi tani, agar suara mereka tidak bersifat parsial. Daftar kasus sengketa lahan antara PTPN bertambah panjang menyusul pengajuan gugatan terhadap PTPN IV Kebun Adolina di Sumatera Utara oleh warga bernama Harun Abidin yang merupakan ahli waris sah dari pemilik tanah Syahrul Abidin. Harun mengajukan gugatan terhadap PTPN IV ke Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, Sumatera Utara, karena menganggap BUMN itu menyerobot tanah warisan keluarganya seluas 200 hektar yang berada di areal Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IV di Desa Bah Sidua-dua Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Menurut kuasa hukum Harun Abidin, Suwarsono SH, almarhum Syahrul Abidin adalah pemilik sah sebidang tanah seluas 709,65 hektar yang terletak di desa Bah Sidua-dua. Hal itu dikuatkan dengan akta Nomor 31 tanggal 23 Oktober 1973 tentang "Pernyataan penerimaan harga perjualan dan kuasa menjual" yang dibuat notaris dan PPAT Agoes Salim di Kota Medan. Disamping itu, berdasarkan keputusan Kepala Agraria daerah Deli Serdang dan Kota Praja Tebing Tinggi tertanggal 5 Mei 1961 Nomor 289/MH/1961 dinyatakan telah terjadi peralihan hak dari para ahli waris almarhum Amaludin Perkasa Alamsyah (Sultan Deli, red) yang menguasai tanah berdasarkan "Koernia Soerat Penyerahan Hak Tanah" yang telah dikonversi menjadi hak milik. Suwarsono menambahkan, dalam perkara itu, proses mediasi sebenarnya sudah dilakukan oleh Kanwil BPN Sumut dengan mempertemukan pihak ahli waris dengan PTPN IV dan disaksikan oleh Kanwil BPN Serdang Bedagai. "Mediasi sudah sampai tahap pengukuran tanah sengketa dengan hasil peta ukur namun pihak PTPN IV urung meneruskan mediasi dengan tidak menandatangani peta hasil ukur dan tidak menghadiri undangan Kanwil BPN Sumut untuk musyawarah penyelesaian," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008