Kopenhagen (ANTARA News) - Greenland, Rabu, membenarkan laporan BBC yang menyatakan AS meninggalkan sebuah bom nuklir di bawah lapisan es di kawasan protektorat Denmark itu, menyusul jatuhnya sebuah pembom pada 1968. Menlu Per Berthlesen mengemukakan kepada AFP bahwa Greenland sudah menyadari masalah ini sejak lama. "Tak ada yang baru dalam laporan ini dan kami tahu sejak lama bahwa salah satu dari empat bom nuklir belum diketemukan menyusul pencarian oleh orang-orang Amerika," katanya, seraya menambahkan "tak ada risiko" terhadap lingkungan. Berthlesen menyatakan pihak berwenang di Greenland mengharapkan tanggapan dari AS dan pemerintah Denmark setelah pembeberan dokumen dari BBC tersebut. Dalam pernyataannya, Greenland mengungkapkan insiden ini telah diselidiki pada 1995. Dengan memanfaatkan kesaksian dari mereka yang terlibat dan dokumen yang telah dideklasifikasi berdasarkan UU Kebebasan Informasi AS, diperoleh informasi bahwa senjata tersebut tak pernah ditemukan, sekalipun telah dilakukan upaya pencarian secara besar-besaran di lokasi jatuhnya pesawat dekat sebuah pangkalan militer AS di Thule. Dibangun pada awal dekade 1950-an, Pangkalan Udara Thule merupakan pangkalan sangat strategis AS selama berlangsungnya Perang Dingin antara dua musuh bebuyutan, AS dan Uni Sovyet, karena dari pangkalan inilah radar dapat memindai langit untuk mendeteksi berbagai rudal yang meluncur dari Kutub Utara. Akan tetapi, Washington mencemaskan Sovyet kemungkinan akan menghancurkan pangkalan ini sebagai babak pembukaan serangan nuklir atas AS. Akibatnya, militer AS menempatkan sejumlah pembom B-52 yang bersenjata nuklir untuk mengadakan patroli di atas pangkalan itu mulai 1960, sehingga mereka dapat langsung menuju Moskow seandainya pangkalan itu dihancurkan, kata jaringan televisi itu. Namun demikian, pada 21 Januari 1968, salah satu dari pesawat itu jatuh ke lapisan es beberapa kilometer dari pangkalan. Bahan peledak yang melingkupi empat senjata nuklir di pesawat diledakkan, namun peralatan nuklir aktifnya belum, kata BBC. Para investigator menemukan ribuan pecahan pesawat di lokasi, termasuk es yang mengandung zat radioaktif, namun segera disadari hanya tiga senjata nuklir yang keamanannya dapat dipertanggungjawabkan. Upaya pencarian di bawah air dilancarkan pada April 1968, namun mereka tak menemukan apapun dan akhirnya mereka menghentikan pencarian. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008