Cianjur (ANTARA News) - Warga korban longsor di Kampung Nyalindung, Campaka, Cianjur, berharap pemerintah mau merelokasi mereka ke tempat aman karena mereka traum dan takut kalau harus kembali lagi ke rumah mereka sudah terkubur tanah longsor itu. "Tidak mau pak. Kami tidak mau lagi tinggal di sana. Kami ingin pindah dengan harapan pemerintah dapat membantu keinginan kami," kata Sopandi, salah seorang warga yang selamat. Meskipun seluruh keluarganya selamat dari bencana tanah longsor itu, Sopandi telah kehilangan rumah beserta isinya diterjang dan dikubur tanah longsor. Ia berharapa pemerintah segera memikirkan lokasi baru untuk tempat tinggal puluhan kepala keluarga asal Nyalindung itu. "Saya sudah tidak punya apa-apa lagi, selain baju yang dipakai ini. Kami tidak berani tinggal di sana lagi karena takut peristiwa itu terjadi lagi," keluhnya. Bupati Cianjur Tjetjep Muchtar Soleh berjanji segera merelokasi para warga yang terkena bencana tanah longsor. "Kita butuh waktu untuk mencari tempat baru untuk warga ini. Sambil menunggu tempat relokasi, kami harap warga tinggal di tempat pengungsian dulu," kata Tjetjep. Hal senada diungkapkan Ketua Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Cianjur, Dadang Sufianto yang juga mengungkapkan pihaknya sedang memokuskan dulu perhatian pada pencarian korban tertimbun longsor. "Untuk proses relokasi tentunya memerlukan penelitian dan pengkajian. Minimal bisa dimukimi selama 20-25 tahun," terang Dadang. Selama memasuki musim penghujan hingga saat ini, sedikitnya ada 35 titik kejadian bencana alam di Kabupaten Cianjur. Bencana alam di Desa Girimukti merupakan bencana terparah sepanjang sejarah Cianjur, dengan korban jiwa mencapai 13 orang. Longsor Giri Mukti tidak hanya menghantam puluhan rumah dan merenggut belasan nyawa warga, namun juga memutuskan jalan penghubung antara Kecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber. "Selain itu, puluhan hektar areal pesawahan hilag terbawa air bah dan hilang tertutup longsor," kata Dadang yang juga Wakil Bupati Cianjur. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008