Kita ingin kita semua fokus pada diplomasi ekonomi, 70-80 persen apa yang kita miliki itu fokusnya di situ di diplomasi ekonomi, karena itulah yang saat ini yang sedang diperlukan negara kita
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo meminta para duta besar (dubes) dan perwakilan RI di luar negeri untuk melakukan diplomasi ekonomi karena dianggap sebagai hal yang paling diperlukan Indonesia saat ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri di Istana Negara Jakarta, Kamis, mengatakan dubes mengemban amanah konstitusi sebagai duta perdamaian namun Presiden ingin mereka fokus berdiplomasi ekonomi.

“Kita ingin kita semua fokus pada diplomasi ekonomi, 70-80 persen apa yang kita miliki itu fokusnya di situ di diplomasi ekonomi, karena itulah yang saat ini yang sedang diperlukan negara kita,” kata Presiden.

Baca juga: Lima tahun ke depan, diplomasi ekonomi diperkuat


Oleh sebab itu, ia menegaskan betapa penting bagi para dubes tersebut memegang peran sebagai duta investasi.

Untuk itu mereka harus mengetahui celah investasi di bidang apa saja sehingga ke depan bisa menjadi prioritas untuk diproduksi.

“Yang pertama bidang-bidang yang berkaitan dengan barang-barang atau produk-produk substitusi impor,” kata Presiden.

Ia mencontohkan produk petrokimia di Tanah Air sebanyak 85 persen masih impor sehingga jika ingin meningkatkan investasi maka disarankan mencari produk yang berkaitan dengan substitusi impor.

Selain itu yang berkaitan dengan energi karena Indonesia masih banyak mengimpor minyak dan gas (migas).

Batubara misalnya bisa diubah menjadi substitusi LPG di mana LPG di Indonesia sebagian besar bahkan semuanya masih impor.

Selain itu, Presiden juga menekankan pentingnya untuk menemukan investor yang berkaitan dengan upaya pengolahan bahan mentah karena Indonesia kaya dengan bahan mentah sebelum diekspor.

Baca juga: Kadin dukung pelaksanaan diplomasi ekonomi yang digalakkan Kemlu


Ia mencontohkan kembali soal mengubah minyak kelapa sawit menjadi avtur karena Indonesia juga masih impor avtur. Di sisi lain juga dengan bidang yang berkaitan dalam soal pengembangan B20, B30 dan B50 bahkan B100.

Hal itu, menurut Presiden, penting sebagai upaya agar Indonesia tidak lagi sekadar menjadi negara pengekspor bahan mentah tetapi minimal produk setengah jadi. “Kalau kita bisa produksi yang B50 posisi tawar kita bisa naik,” katanya.

Selain hal-hal tersebut, Presiden juga menekankan pentingnya inovasi dan penetapan key performance indicator (KPI) bagi para dubes dan perwakilan RI di luar negeri sebagai penilaian kinerja mereka terutama dalam mendatangkan investasi.

Pada kesempatan itu hadir para diplomasi, diplomat dan pejabat Kementerian Luar Negeri.

Baca juga: LIPI usulkan kedutaan baru di Afrika tingkatkan diplomasi ekonomi

 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020