Semarang (ANTARA News) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Semarang, Jateng, menyita 5 ton lebih obat-obat ilegal dalam operasi yang digelar dari 18 hingga 19 Nopember lalu.

"Operasi digelar di seluruh daerah di Jawa Tengah baik itu distributor pangan, toko, distributor kosmetik, sarana distribusi kosmetik, dan rumah atau gudang," kata Kepala Balai Besar POM Semarang, Maringan Silitonga, di kantornya Jalan Madukoro Semarang, Jumat.

Maringan mengatakan, operasi digelar terhadap 22 tempat, yakni 3 distributor pangan, 8 sarana distribusi atau toko pangan, 1 distributor kosmetik, 4 toko kosmetik, dan 6 rumah atau gudang penyimpanan.

Ia menjelaskan, dari sejumlah tempat seperti di Cilacap, Magelang, Solo, Purbalingga, Semarang, dan Tegal paling banyak ditemukan jenis obat keras.

Obat keras ada 193 jenis sebanyak dua truk dengan bobot mencapai 5 ton, obat tanpa izin edar 11 jenis, obat tradisional asing tanpa izin edar 42 jenis, obat tradisional tanpa izin edar lima jenis, dan kosmetik tanpa izin edar 51 jenis.

Ia menyebutkan, di Cilacap dan Magelang yang paling banyak ditemukan obat ilegal. Cilacap ada 2,5 ton dan di Magelang 2,25 ton. Jadi total di dua tempat saja sudah 4,75 ton.

"Di Cilacap dan Magelang biasanya distributor gelap tidak memiliki izin menjual yang seharusnya tidak berwenang sebagai penyalur," katanya.

Maringan menjelaskan, tindak lanjut dari hasil operasi tersebut yakni projustisia empat tempat, pemusnahan di tempat sebanyak setengah truk di empat tempat, pengamanan sementara 10 tempat, izin edar meragukan satu tempat, dan tidak ditemukan masalah tiga tempat.

Mengedarkan kosmetik atau obat tradisional asing tanpa izin edar adalah melanggar Pasal 81 ayat (2) huruf c UU Nomor 23 Tahun 1993 tentang Kesehatan. Ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun dan atau denda paling banyak Rp140 juta.

Sedangkan melakukan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf d UU Nomor 23 Tahun 1993 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta.

"Kita akan terus melakukan operasi ini (obat ilegal, red.). Kami juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak sembarangan menggunakan obat. Lebih baik atas petunjuk dokter," demikian Maringan.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008