Kupang (ANTARA) - Juru Bicara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yosafat Koli menegaskan, kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024, yang dilakukan caleg PDIP Harun Masiku kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan, tidak mengganggu tahapan pilkada serentak 2020.

"Tidak terpengaruh karena semua penyelenggara telah diminta untuk tetap bekerja seperti biasa," kata Yosafat Koli, di Kupang, Senin, terkait kasus suap PAW dan dampaknya terhadap pilkada serentak 2020.

Dia mengatakan, sudah menyampaikan kepada KPU di sembilan kabupaten yang akan melaksanakan pilkada serentak di NTT, agar tetap menjalankan tugas sesuai koridor aturan yang berlaku, sehingga pelaksanaan bisa lancar, aman dan damai.

"Seperti apa yang disampaikan KPU RI bahwa, kasus tersebut tidak berpengaruh pada proses yang sedang berlangsung, yakni tahapan-tahapan pelaksanaan pilkada 2020, termasuk di sembilan kabupatwn di NTT," kata Yosafat.

Dia menjelaskan, KPU NTT juga selalu mengingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu di NTT, agar tetap menjaga kode etik penyelenggara dalam menjalankan tugas.

"Jadi apa yang terjadi itu jadi sebuah pelajaran bagi seluruh penyelenggara agar tidak mengabaikan kode etik penyelenggara," katanya.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka karena diduga menerima suap Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar menetapkan Harun menjadi anggota DPR daerah pemilihan Sumatera Selatan I, menggantikan caleg terpilih Fraksi PDIP dari dapil Sumsel I yaitu Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Untuk memenuhi permintaan Harun tersebut, Wahyu meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Namun dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.

KPK telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus suap terkait dengan penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024. Sebagai penerima, yakni Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi, yakni Harun dan Saeful (SAE) dari unsur swasta.

Baca juga: OTT komisioner KPU, PBNU: Yang penting jangan tebang pilih

Baca juga: Komisioner KPU RI minta maaf terkait OTT KPK

Baca juga: Ahli: PDIP harus ikut bertanggung jawab dalam kasus suap PAW

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020