Kupang (ANTARA News) - Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, kekayaan alam Indonesia dengan mudah dinikmati oleh negara lain dengan dalih investasi, karena konstitusi negara sangat lemah dalam mengatur kekayaan alam untuk kemakmuran rakyatnya. "Dalam konstitusi negara, baik itu UUD 1945 atau UU Migas, saya tidak pernah menentukan satu butir pasal pun yang mengatur soal kekuasaan negara dalam melindungi kekayaan alam untuk kemakmuran rakyatnya," katanya ketika bertatap muka dengan elemen masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kupang, Rabu malam. Hadir dalam acara tatap muka tersebut, antara lain para pelaku bisnis di NTT, Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang, Ketua MUI NTT, Abdul Kadir Makarim, Walikota Kupang Daniel Adoe serta sejumlah tokoh masyarakat NTT. Ketika menyampaikan pandangan-pandangannya soal Indonesia Masa Depan, Sri Sultan mengatakan, lemahnya konstitusi negara tersebut membuat para investor asing dengan mudah menyedot kekayaan alam Indonesia ke negaranya kemudian melakukan transaksi di luar negeri dengan pejabat Indonesia untuk mendapatkan "fee". "Apa yang didapatkan oleh rakyat Indonesia dari hasil investasi itu? Semua hasil yang diperoleh untuk kepentingan asing dan elemen tertentu di dalam negeri. Situasi inilah yang membuat daerah yang kaya sumber daya alam memilih untuk lepas dari Indonesia," ujarnya. Sultan mengatakan, dalam konstitusi negara yang mengatur tentang kekayaan alam, tidak pernah diatur soal sistem bagi hasil dengan para investor asing, akibatnya semua sumber daya alam yang didapatkan di Indonesia dibawa semuanya ke luar negeri. Menurut dia, konstitusi yang mengatur tentang kekayaan alam negara harus diamandemen agar hasilnya dinikmati langsung oleh rakyat Indonesia. Dalam acara yang difasilitasi Yayasan Penegak Kebenaran dan Keadilan Victory (YPK2V) Kupang dengan dimoderatori Dr Frans Rengka, SH, MH (Dekan Fakultas Hukum Unika Widya Mandira Kupang), Sri Sultan menyampaikan banyak hal tentang tantangan Indonesia masa depan setelah ambruknya ekonomi Amerika Serikat. Dalam hubungan dengan perkembangan ekonomi global, kata dia, strategi kontinental yang menjadi ciri utama pembangunan di Indonesia saat ini harus diubah ke arah paradigma strategi maritim dengan menekankan pada sektor perikanan dan kelautan. "Jika paradigmanya tetap mengacu pada strategi kontinental maka wilayah timur Indonesia tetap terus tertinggal karena sumber kekayaan alamnya lebih banyak di sektor perikanan dan kelautan. Karena itulah, strategi maritim yang harus diutamakan dalam pembangunan," ujarnya. Menurut Sultan, paradigma pembangunan dengan menekankan pada strategi maritim akan membuat Indonesia bisa "survive" dalam menghadapi globalisasi ekonomi dunia, karena sektor inilah yang belum digarap secara maksimal untuk kemakmuran rakyat. "Dengan melihat perkembangan ekonomi global semacam ini, konstitusi negara yang mengatur tentang kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat Indonesia harus ditata kembali agar tidak hanya dinikamti oleh pihak asing dengan alasan investasi serta segelintir penguasa di negeri ini," katanya menegaskan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008