Oleh Dody Ardiansyah

Jakarta (ANTARA News) - Pertemuan pemimpin ekonomi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) ke-16 yang diselenggarakan di Lima, Peru, ditutup Minggu (23/11) lalu dengan kesepakatan yang sangat berani, yaitu bersama mengatasi krisis keuangan yang tengah melanda dunia dalam waktu 18 bulan.

"Kami meyakini bahwa kami bisa mengatasi krisis ini dalam 18 bulan,"demikian salah satu isi pernyataan dari dokumen tambahan Deklarasi Lima itu.

Namun, deklarasi itu tidak merinci langkah-langkah yang akan dilakukan dalam 18 bulan `perang` melawan krisis keuangan ini. Deklarasi itu hanya menyebutkan upaya yang akan dilakukan antara lain melakukan langkah nyata yang cepat dan pasti untuk berkerja sama lebih erat dalam aturan yang koordinatif dan komprehensif untuk menerapkan langkah nyata ke depan menghadapi krisis.

Target 18 bulan itu sendiri, berawal dari keinginan Presiden Peru, Alan Garcia Perez, yang mengharapkan ada kesepakatan politik para pemimpin APEC untuk bersama mencari dan menerapkan kebijakan yang terintegrasi dalam mengatasi krisis.

"Kita akan mampu mengatasi krisis ini," kata Garcia dalam pidato pengantar deklarasi itu.

Dalam deklarasi itu, APEC juga sepakat untuk mendukung upaya badan kredit ekspor, lembaga keuangan internasional dan bank swasta untuk memastikan bahwa kecukupan keuangan tersedia untuk usaha termasuk bagi usaha kecil menengah dan menjaga agar perdagangan dan investasi tetap berlangsung di kawasan.

Mengenai reformasi sektor keuangan, para pemimpin ekonomi APEC juga setuju untuk melanjutkan pembangunan dan inovasi dalam sektor keuangan dan percaya bahwa semakin dalam dan kompleks sistem keuangan, alat pengaturan dan pengawasan harus lebih efektif. Krisis juga menyoroti kebutuhan untuk menciptakan standar yang lebih efektif dari tata pemerintahan dan manajemen resiko sesuai dengan pentingnya tanggung jawab sosial dalam sektor keuangan.

APEC, di mana Indonesia menjadi salah satu pendirinya, juga menyambut baik Deklarasi Washington hasil kerja negara-negara G-20 pekan lalu yang secara kuat mendukung dilakukannya rencana aksi untuk mereformasi pasar keuangan.

Dalam hal ini, APEC sangat mendukung kebijakan yang dibutuhkan untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi dan stabilitas dengan melakukan kerjasama makroekonomi lebih dekat, menghindarkan dampak negatif, mendukung negara berkembang dan reformasi menyeluruh serta penguatan lembaga keuangan internasional.

APEC menegaskan, kepercayaannya bahwa prinsip pasar bebas dan perdagangan terbuka serta rejim investasi akan terus berlanjut menuju pertumbuhan ekonomi dunia, bertambahnya tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan.

Para pemimpin APEC juga mengharap agar lembaga keuangan internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) lebih memperkuat kolaborasinya dengan lembaga keuangan internasional lainnya, dan meningkatkan upaya untuk mengintegrasikan peraturan dan pengawasan tanggungjawab pada kerangka kerja kehati-hatian dan mengatur pelatihan kesiagaan.

APEC juga menilai, krisis keuangan global yang terjadi saat ini adalah satu dari sekian banyak tantangan paling serius yang pernah dihadapi anggotanya, sehingga bersepakat untuk bertindak cepat dan tegas untuk mengarahkan pelambatan pertumbuhan ekonomi yang segera terjadi.

APEC juga menyambut baik kebijakan pemberian stimulus moneter dan fiskal yang dikeluarkan anggotanya, dan akan mengambil langkah ekonomi dan fiskal terukur yang dibutuhkan untuk menjelaskan krisis ini, serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk memberikan harapan bagi bagi yang membutuhkan.

Target bangkit dari krisis dalam 18 bulan juga didukung para pemimpin ekonomi APEC lain seperti Presiden Meksiko Felipe Calderon dan Perdana Menteri Kanada Stephen Harper yang menyampaikan bahwa jadwal 18 bulan itu lebih merupakan tujuan dan bukan perkiraan.

Pemerintah Indonesia seperti disampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu hanya berkomentar bahwa ini merupakan sikap tegas APEC dan Indonesia mendukungnya untuk mencapai itu. "Tinggal bagaimana langkah-langkah yang akan dilakukan," katanya.

Target yang tegas itu mungkin memang dirasa perlu ditetapkan agar APEC benar-benar menggunakan potensinya sebagai pemilik kekuatan 55 persen ekonomi dunia untuk berperan dalam mengatasi krisis keuangan ini.

"Pertemuan ini akan memberikan sesuatu yang penting bagi dunia, dan saya yakin negara-negara APEC akan memberikan kontribusi signifikan untuk menjawab situasi ini," kata Presiden Amerika Serikat George W Bush saat berpidato dalam forum APEC CEO summit itu.

Bush juga meyakini meski pemulihan dari krisis keuangan ini akan mengambil waktu lama, namun kekuatan ekonomi APEC akan mampu mengatasinya. "APEC telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk mengatasi berbagai krisis yang lebih besar seperti pandemik dan bencana alam," katanya.

Terlepas dari target waktu mengatasi krisis keuangan, pertemuan APEC ini menurut Mendag mendapatkan kemajuan penting dengan kesepakatan para pemimpin ekonomi APEC untuk segera mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan kesepakatan Putaran Doha WTO.

"Kesepakatan para pemimpin ini penting untuk anggota APEC segera melakukan negosiasi di bidang agrikultur sebelum pertemuan WTO Desember mendatang. Para pemimpin APEC sudah memerintahkan menterinya untuk berunding di Genewa minggu ini," katanya.

Terkait dengan itu, Indonesia sudah mengirim wakilnya untuk perundingan negosiasi yang akan berlangsung selama satu minggu yaitu, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Gusman Bustami dan Dubes Indonesia untuk WTO R. Widodo.

Dalam pertemuan itu, lanjut Mari dibicarakan empat hambatan utama terhambatnya pelaksanaan Putaran Doha yaitu mekanisme perlindungan khusus bagi komoditi pertanian yang sensitif, terkikisnya pemberian fasilitas terutama bagi negara-negara berkembang, perundingan produk-produk yang sensitif dan isu-isu sektoral.

Pertemuan itu diharapkan bisa menyelesaikan negosiasi keempat isu itu sehingga menteri-menteri perdagangan dunia bisa kembali melakukan perundingan WTO pada Desember mendatang.

"Negara-negara telah menugaskan senior officernya untuk langsung ke Genewa. 26 negara termasuk Indonesia bertemu dengan Dirjen WTO Pascal Lamy untuk membahas apa yang harus dilakukan supaya menteri-menteri perdagangan bisa kembali ke perundingan WTO pada Desember," kata Mari.

Dijelaskan Mari, isu mekanisme perlindungan khusus memang merupakan isu utama bagi Indonesia sebagai ketua kelompok negara G33 karena dengan mekanisme itu Indonesia dengan mudah bisa mengenakan bea masuk tambahan ataupun pengurangan terhadap impor, saat terjadi impor dalam jumlah besar dan atau karena harga turun dan anjlok terutama untuk produk-produk pertanian sensitif.

Mengenai sikap Indonesia, Mari menegaskan bahwa Indonesia siap dan fleksibel untuk mendapatkan instrumen yang bisa dioperasionalkan dengan efektif mendukung pelaksanaan Putaran Dohat.

"Jadi bagaimana mencari komprominya sehinga kita mendapatkan instrumen yang bisa menjaga kesejahteraan petani, tetapi tidak mengganggu akses pasar sepertt yang dikhawatirkan negara maju," katanya.

Seperti forum-forum internasional lain yang telah membahas berbagai persoalan dunia, pertemuan APEC 2008 yang menghasilkan Deklarasi Lima ini diharapkan memberikan solusi nyata mengatasi krisis keuangan dan berbagai masalah lain, dengan tetap berpedoman pada upaya peningkatan kesejahteraan dan kedamaian masyarakat dunia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008