Jakarta (ANTARA News) - Hingga 25 November sudah 15.000 pekerja yang yang ter-PHK akibat krisis, sementara total mereka yang ter-PHK dan diusulkan dirumahkan sudah mencapai 50.000.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Depnakertrans Myra M Hanartani seusai membukan Forum Hubungan Industrial di Kuta, Bali, mengatakan kemungkinan angka tersebut akan terus naik, tergantung pada kondisi krisis dunia.

"Saya berharap tidak naik, namun jika krisis tak membaik maka angkanya kemungkinan naik," kata Myra.

Pemerintah melakukan pemantau terhadap sejumlah provinsi, seperti Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kalteng dan Riau untuk mendata kondisi perusahaan dan dampak krisis atasnya.

Obyek pemantauan adalah usulan merumahkan dan pekerja yang sudah merumahkan, lalu usulan mem-PHK dan pekerja yang sudah di-PHK.

Hingga kini perusahaan yang sudah melakukan PHK bergerak di bidang perkebunan, garmen manufaktur dan industri padat karya lainnya.

Untuk menanggulangi membludaknya jumlah pekerja ter-PHK, pemerintah, pusat dan daerah memperbanyak kegiatan pelatihan bagi mereka untuk menjadi wiraswasta (entrepreneur), disamping menjaga agar perusahaan-perusahaan yang ada tetap beroperasi.

Pelatihan wiraswasta itu dilakukan di balai latihan kerja milik Pemda (dinas ketenagakerjaan) dan Depnakertrans.

Ketika ditanya tentang subsidi (bantuan) atas mereka yang ter-PHK, Myra mengatakan pemerintah tidak memiliki rencana memberi bantuan dalam bentuk nominal (tunai) lepada pekerja ter-PHK.

"Bantuan yang kita berikan adalah bantuan (subsidi) program, seperti pelatihan entrepreneurship di BLK-BLK," kata Myra. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008