New York (ANTARA) - Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan Jumat, karena pertumbuhan ekonomi yang lamban di China, importir minyak mentah terbesar di dunia, meningkatkan kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar dan mengganjal optimisme dari penandatanganan kesepakatan dagang China-Amerika Serikat.

Minyak mentah berjangka Brent sedikit menguat 23 sen menjadi menetap di 64,85 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik tipis dua sen menjadi ditutup pada 58,54 dolar AS per barel.

Untuk minggu ini, Brent turun 0,2 persen, sementara WTI kehilangan 0,8 persen.

Ekonomi China, yang terbesar kedua di dunia, tumbuh sebesar 6,1 persen pada 2019, ekspansi paling lambat dalam 29 tahun, data pemerintah menunjukkan pada Jumat (17/1).

"Meningkatnya tekanan ekonomi mungkin akan membatasi kenaikan minyak dalam jangka menengah hingga jangka panjang," kata Margaret Yang, analis pasar di CMC Markets.

Tetapi melonjaknya permintaan China, seperti terlihat pada angka hasil kilang, membantu mengimbangi data pertumbuhan ekonomi yang kurang positif.

Pada 2019, kilang-kilang China memproses 651,98 juta ton minyak mentah, setara dengan rekor tertinggi 13,04 juta barel per hari (bph) dan naik 7,6 persen dari 2018, data pemerintah menunjukkan. Hasil kilang juga mencatat rekor bulanan untuk Desember.

"Peningkatan kapasitas kilang China membentuk kembali aliran perdagangan produk olahan, sementara peningkatan produksi minyak mentah AS membentuk kembali aliran perdagangan minyak mentah," kata Olivier Jakob dari konsultan Petromatrix.

Harga naik pada Kamis (16/1) setelah China dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian perdagangan Fase 1 mereka. Sebagai bagian dari kesepakatan, China berkomitmen untuk menambah 54 miliar dolar AS dalam pembelian energi.

Tapi tetap saja, ada yang skeptis tentang hasil dari kesepakatan itu.

"China telah sepakat untuk membeli sejumlah besar minyak AS yang mungkin terbukti sulit dicerna," Jim Ritterbusch, presiden perusahaan penasihat perdagangan Ritterbusch and Associates, mengatakan dalam sebuah catatan. "Ini telah berkontribusi pada tanggapan pasar minyak yang diam terhadap Fase 1 sejauh ini."

Pasar juga terangkat oleh persetujuan Senat AS terhadap perubahan Perjanjian Perdagangan Bebas AS-Meksiko-Kanada.

Melihat ke depan, Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (16/1) menawarkan pandangan bearish dari prospek pasar minyak untuk tahun ini.

Pasokan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan melebihi permintaan minyak mentahnya, EIA memperkirakan, bahkan jika negara-negara anggota OPEC sepenuhnya mematuhi pemotongan produksi yang disepakati dengan Rusia dan produsen lain dalam kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.

Pandangan IEA agak tercermin pada pandangan OPEC sendiri, yang menemukan pasokan non-OPEC tahun ini tumbuh lebih besar dari permintaan keseluruhan.

OPEC+ telah membatasi produksi minyak sejak 2017 untuk menyeimbangkan pasar dan mendukung harga.

Di Amerika Serikat, produksi minyak mentah tumbuh ke rekor tertinggi, sementara persediaan bahan bakar minyak meningkat karena permintaan yang mengecewakan, terutama untuk sulingan di musim panas ini.

Jumlah rig minyak AS, indikator produksi minyak mentah masa depan, juga naik minggu ini untuk pertama kalinya dalam empat minggu. Pengebor menambahkan 14 rig minyak, sehingga totalnya menjadi 673 rig, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020