Jakarta (ANTARA News) - Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira, mengatakan tersangka kasus korupsi Aulia Pohan yang kini ditahan di Rutan Brimob, Depok, Jabar, tidak mendapatkan perlakuan istimewa, kendati ia adalah besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Semua tahanan diperlakukan sama. Tidak ada yang dibeda-bedakan," kata Abubakar di Jakarta, Senin.

Ia mengakui jika usai ditahan, Aulia mendapatkan kunjungan keluarga di luar jam besuk yang berlaku, namun hal itu bukan berarti ia mendapatkan keistimewaan.

"Dia kan baru saja masuk tahanan sehari dan masih dalam masa pengenalan lingkungan baru. Lagi pula, dia kan masih butuh ini dan itu sehingga wajar saja jika ada tambahan waktu untuk dikunjungi keluarga," katanya.

Jika masa pengenalan dianggap cukup, katanya, maka aturan jam kunjung akan diberlakukan dan tidak bisa berkunjung di luar jam yang telah ditetapkan pihak rutan.

Aulia ditahan sejak Kamis, 27 Oktober 2005 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.

Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg DPR dari FPKS, Al Muzzammil Yusuf, mengemukakankasus Aulia Pohan menjadi ujian terbesar integritas dan kenegarawanan Presiden Yudhoyono dalam membuktikan kampanye dan program anti korupsinya.

"Oleh karena itu Presiden Yudhoyono perlu mengendalikan sikap-sikap mantu dan putranya untuk menghormati prosedur hukum yg berlaku dalam konteks kunjungan ke rutan dan lapas," katanya.

Anak Aulia Pohan, Annisa Pohan, dan suaminya yang merupakan putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kapten Inf Agus Harimurti, langsung menjenguk Aulia Pohan sehari setelah ditahan di Rutan Brimob.

Al Muzzammil Yusuf mengatakan tidak boleh ada pelayanan-pelayanan khusus yang mencederai rasa keadilan publik.

Dikatakannya, soal kunjungan keluarga itu sepertinya hal kecil, tetapi masalah besarl di mata publik, sehingga Presiden Yudhoyono perlu mendorong aparat kepolisian, kejaksaan dan para hakim pemegang perkara dan petugas di rutan/lapas untuk bertindak profesional.

"Kalau Presiden Yudhoyono sukses dalam hal ini, maka bisa menjadi satu tonggak dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.

Ia menambahkan budaya anti korupsi dan penegakan hukum akan semakin mengkristal dan menjadi "bola salju" yang akan sulit dibendung pada masa yang akan datang, dalam pemerintahan siapa pun.

"Kita juga bisa belajar dari negara-negara tetangga, seperti Hongkong dan Singapura, yang berhasil membangun budaya anti korupsi dalam waktu 20 tahun," katanya.

Menurut dia, reformasi Indonesia baru masuk usia 10 tahun, jika ujian kasus seperti ini bisa dilalui dengan baik, maka mungkin waktu 15 tahun sudah cukup bagi Indonesia untuk bisa bangkit membangun dengan ditopang budaya anti korupsi yang kokoh. (*)
 

Copyright © ANTARA 2008