Jakarta (ANTARA News) - Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk mengusut kasus penghilangan orang secara paksa, Rabu, kembali memanggil dan meminta pemerintah menjelaskan penyelesaian kasus penculikan aktivis pada 1997-1998.

Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Pansus Effendi Simbolon di Gedung DPR di Jakarta itu, pihak pemerintah hanya diwakili Jampidsus Marwan Effendi yang ditugaskan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji.

Menurut Simbolon, dalam Raker itu Pansus mengundang Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menko Polhukkam Widodo AS, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Kepala BIN Syamsir Siregar, dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso.

Simbolon yang juga seorang politisi PDIP itu menjelaskan, Jaksa Agung dan Menko Polhukkam tidak hadir karena mendampingi Presiden Yudhoyono menghadiri acara "Bali Democracy Forum" di Nusa Dua, Bali.

Sementara Panglima TNI berkirim surat kepada DPR bahwa ia tidak dapat hadir karena harus memimpin upacara GBC Malindo di Mabes TNI dan Kapolri Raker dengan Komisi III DPR.

Sementara Kepala BIN tidak diketahui penyebab ketidakhadirannya.

Terhadap Jampidsus, Simbolon mengatakan bahwa Pansus tetap menyebut Marwan Effendi sebagai "Jaksa Agung" dan bukan jabatan Jampidsus-nya karena forum tersebut adalah rapat kerja.

"Kalau Jampidsus itu rapat teknis yang membahas soal anggaran, sementara rapat pansus ini adalah raker yang sifatnya politis," ujar Simbolon.

Dalam kesempatan itu, Simbolon mengatakan bahwa Pansus menghendaki adanya tindak lanjut jaksa agung atas laporan investigasi yang dilakukan Komnas HAM atas peristiwa penghilangan secara paksa sejumlah aktivis demokrasi.

Sementara itu Marwan Effendi mengatakan bahwa masih ada perbedaan persepsi antara DPR dengan pihak kejaksaan terhadap kasus itu.

Ditegaskannya bahwa kasus itu sebenarnya sudah selesai dengan digelarnya mahkamah militer dan para pelaku yang diduga terlibat juga telah dijatuhi hukuman.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008