Jakarta (ANTARA News) - Dua partai politik Arab telah dilarang ikut dalam pemilu legislatif Israel pada 10 Februari 2009 karena dituduh tidak mengakui keberadaan Israel, demikian laman stasiun tv arab Aljazeera, Selasa. Satu panel Komisi Pemilihan Umum setempat mengambil suara untuk mendukung mosi yang diajukan dua partai sayap kanan Israel yang telah menuduh Majelis Demokrat Nasional yang juga dikenal Balad dan Ra'am-Ta'al sebagai kelompok-kelompok penghasut dan pendukung teroris. Ahmed Tibi dan Jamal Zahalka, yang memimpin dua parpol Arab yang saling bersaing di parlemen, Senin kemarin bersekutu mengecam pelarangan itu. "Itu adalah pengadilan politik yang dilakukan kelompok fasis dan rasis yang ingin melihat Knesset (parlemen Israel) tanpa warga Arab dan ingin melihat negeri ini (Israel) tanpa Arab," kata Tibi. Dia mengatakan partainya Ra'am-Ta'al akan mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi atas putusan pengadilan Israel itu. "Jika para anggota panel itu mempunyai senjata, mereka pasti menembak kami di kepala," kata Tibi. Kolom kelima Pada satu sesi sidang Knesset baru-baru ini yang diselenggarakan untuk mendiskusikan serangan Israel ke Jalur Gaza, para anggota parlemen parpol Arab mengutuk konflik yang telah menewaskan lebih dari 900 warga Palestina dan melukai ribuan orang lainnya. "Sebagai seorang yang berprikemanusiaan, saya menentang serangan terhadap warga sipil dimana pun mereka berada. Adalah alamiah jika setiap kali seorang Arab terluka maka hati saya terluka karena kami adalah anggota bangsa yang sama," kata Tibi di depan Knesset. Avigdor Lieberman, pemimpin Parai Yisrael Beiteinu yang mengajukan petisi pelarangan parpol-parpol Arab, menggambarkan para pemimpin parpol Arab sebagai "kolom kelima", sebuah istilah yang ditujukan pada kelompok yang melakukan gerakan perlawanan terselubung untuk menggerogoti sebuah negara. Tibi membalas ucapan Lieberman ini dengan menyebutnya fasis, sementara Talab al-Sana, anggota parlemen fraksi arab lainnya, keluar dari sidang setelah berulangkali menginterupsi pidato Lieberman. Zahalka telah lebih dulu memboikot sidang Knesset itu dengan mengatakan dia tidak akan mengambil bagian dalam sebuah "perayaan bagi kematian." Larangan pada kedua parpol arab hanya untuk mengucilkan Arab dari Knesset Israel, tetapi keputusan itu tidak berdampak pada orang Arab yang menjadi anggota partai-partai Yahudi dan partai komunis. Parpol-parpol Arab ini hanya menguasai tujuh kursi dan 120 kursi parlemen Israel. Sekitar seperlima dari tujuh juga warga Israel adalah keturunan Arab dengan hak kewarganegaraan penuh namun menderita akibat diskriminasi dan kemiskinan. Kebanyakan dari warga Arab ini adalah 160 ribu pengungsi Palestina yang tetap tinggal di wilayah yang kini disebut Israel setelah negara itu dibentuk pada 1948. (*)  

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009