Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan lebih 1,5 juta orang terancam dirumahkan atau di-PHK menyusul melemahnya perekonomian dunia yang berdampak pada melemahnya ekspor dan dipangkasnya kapasitas produksi industri manufaktur.

"Kita tetap berupaya, langkah terakhir adalah PHK, paling tidak merumahkan, kita akan mengurangi pengeluaran, para direksi juga sepakat beberapa perusahaan kalau perlu potong gaji. Kita lakukan kecil-kecilan baru kalau terdesak pertengahan tahun depan puncaknya," kata Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, jumlah itu masih lebih kecil dibanding saat krisis 1997-1998 yang membuat sekitar tiga juta karyawan kehilangan pekerjaannya. Sofyan menambahkan PHK pada 2009 paling besar disumbang oleh sektor industri konstruksi sebanyak 10 persen dari total jumlah pekerja yang diperkirakan mencapai 15 juta orang.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno mengatakan potensi PHK disektor tekstil mencapai 100ribu orang pada semester pertama 2009. Tahun ini, PHK dalam industri TPT telah mencapai sekitar 30.000 orang.

"Secara pendapatan, skenario paling buruk itu bisa turun 50 persen, atau kalau optimis hanya 70 persen dari kondisi normal," ujar Benny.

Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan industri alas kaki tahun depan diperkirakan akan mem-PHK sekitar 30.000. Untuk tahun ini saja, sekitar 10ribu karyawan sudah kehilangan pekerjaannya di industri alas kaki.

"Orderan masih menunggu pemerintahan Obama, masih 'wait and see'. Kalau ada stimulus yang cukup dari pemerintah Obama mungkin order bisa naik," jelas Eddy. Ia memperkirakan pendapatan industri alas kaki akan turun 15-20 persen tahun depan atau hanya 1,6 miliar sama seperti yang terjadi pada 2007.

Secara umum, Sofjan memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2009 tidak akan lebih dari 4 persen mengingat produktivitas industri manufaktur akan turun sekitar 20-30 persen.

Untuk mencegah terjadinya PHK massal, ia mendesak pemerintah segera merealisasikan percepatan implementasi proyek infrastruktur untuk menyerap pekerja yang terkena PHK.

Selain itu, pemerintah harus memperkuat dan membantu industri lokal untuk menguasai pasar domestik dengan mengurangi ekonomi biaya tinggi dan meminimalisir pungutan liar.

"Cara utama ya implementasi Permendag pembatasan impor ilegal (Peraturan Menteri Perdagangan No 44 Tahun 2008). Berhasil 50 persen saja (menekan impor ilegal) itu sudah bagus,"ujarnya.

Sofjan juga meminta pemerintah mendorong sektor perbankan agar tidak ragu dalam memberikan kredit bagi sektor riil. Ketatnya likuiditas dinilai sebagai faktor utama penghambat pertumbuhan sektor riil terutama di saat krisis.

Meski kondisi yang buruk membayangi tiga sektor industri padat karya seperti TPT dan alas kaki, namun sektor otomotif dan makanan masih dapat bertahan dan tumbuh dengan positif.

Ketua Umum Asosiasi Sepada Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengatakan bahwa dampak pada sektor otomotif belum berdampak signifikan sehingga tidak berimbas pada PHK namun ada pemotongan jam lembur/kerja sebagai bagian pengurangan produksi.

Gunadi memperkirakan kapasitas produksi industri otomotif hanya akan berkisar 60 persen saja untuk tahun depan. Penjualan kendaraan roda empat diprediksi turun dari 600ribu unit pada tahun ini menjadi 400ribu unit tahun depan. Untuk kendaraan roda dua, penjualan akan turun dari 6 juta unit tahun ini menjadi 4 juta unit saha tahun 2009.

"Kenapa pasar turun itu karena likuidtas pembiayaan yang ketat. Banyak transaksi jual beli yang dibatalkan karena tidak ada pembiayaan. Pemerintah diharapkan memberi perhatian serius terkait hal itu karena 85 persen penjualan otomotif ditunjangan kredit,"jelasnya.

Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani memperkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman 2008 akan mencapai 1-1,5 persen.

"2009 kami berharap banyak dengan Pemilu maka banyak uang yang beredar di masyarakat,"ujarnya. Ia memperkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman olahan akan mencapai 2-3 persen pada 2009.

"Pengetatan impor kami harapkan efektif sehingga kita bisa meraih pasar produk makanan dan minuman ilegal yang mencapai 15 persen dari total omzet Rp350 triliun,"tuturnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008