Baghdad, (ANTARA News) - Pemerintah Irak pada hari Minggu berencana menutup kamp pengungsian yang selama ini dihuni hampir 3.500 orang Iran.

Para penghuni yang merupakan kelompok oposisi Iran itu harus meninggalkan Irak setelah selama dua dasawarsa tinggal di Kamp Ashraf sebelah utara Baghdad.

Satu delegasi yang dipimpin Penasihat Keamanan Nasional Mowaffaq al-Rubaie mengatakan kepada orang-orang Iran itu, pemerintah Irak mengambil alih tanggung jawab atas keselamatan mereka dari pasukan AS.

Pemerintah Irak "... akan melaksanakan rencana untuk menutup kamp itu dan mengirim penghuninya kembali ke negara mereka atau negara-negara lain dalam sebuah cara tanpa kekerasan, dan tidak ada pilihan untuk tinggal di Irak," kata pemerintah dalam pernyataan.

Kelompok orang Iran itu mencakup anggota-anggota oposisi di pengasingan, Organisasi Mujahidin Rakyat Iran (PMOI), telah tinggal di daerah perkotaaan 70 kilometer sebelah utara Baghdad itu selama sekitar 20 tahun.

Pemerintah Irak, yang kini memiliki hubungan baik dengan Iran yang berpenduduk Syiah, menganggap kelompok pengasingan Iran itu sebagai teroris. PMOI juga terdaftar sebagai sebuah organisasi teroris di AS dan Eropa.

Pasukan Amerika melindungi kelompok orang Iran itu sejak invasi yang dipimpin AS ke Irak pada 2003 setelah membujuk kelompok Iran yang juga dikenal sebagai Mujahideen e-Khalq itu untuk melucuti senjata mereka.

Kelompok tersebut dilindungi oleh eks-pemerintah Saddam Hussein, yang menyambut mereka sebagai teman karena memusuhi ayatollah Iran.

PMOI memulai perlawanan Islamis berhaluan kiri terhadap almarhum shah Iran namun berselisih dengan para ulama Syiah Iran yang mengambil alih kekuasaan setelah revolusi Islam pada 1979.

Banyak dari pemimpin kelompok itu khawatir mereka akan dieksekusi jika mereka dipaksa kembali ke Iran. Pemerintah Teheran telah menuntut agar mereka diusir dari Irak.

PBB mendapat kesulitan untuk mencari negara-negara lain yang bersedia menerima orang-orang pengasingan Iran itu sebagai pengungsi karena latar-belakang militan mereka, namun badan dunia itu telah mendesak Irak menghormati hak-hak mereka.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Minggu, pemerintah Irak mengatakan, orang-orang di kamp itu diberi tahu bahwa melakukan kegiatan legal atau ilegal "melawan negara tetangga merupakan sebuah masalah yang berbahaya".

Irak akan memperlakukan orang-orang di kamp itu "sesuai dengan hukum Irak, nilai-nilai Islam dan tatanan internasional", kata pernyataan itu.(*)
 

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008