Konakri (ANTARA/AFP) - Para perwira militer merebut kekuasaan di Guinea, Selasa, beberapa jam setelah kematian presiden Lansana Conte, kemudian menangguhkan konstitusi negara Afrika barat itu dan mengumpulkan para menteri ke sebuah markas militer.

Conte, yang telah memerintah negara miskin tapi kaya-mineral itu dengan tangan besi selama 24 tahun setelah merebut kekuasaan melalui kudeta, meninggal Senin malam setelah lama mendertia sakit hingga di usia 74 tahun, demikian televisi negara.

Setelah kematiannya diumumkan, perwira militer mengumpulkan para menteri dan pejabat senior pemerintah di sebuah markas militer dekat bandara internasional Guinea "untuk menjamin keamanan mereka."

Para perwira itu memerintahkan penduduk untuk "tinggal di rumah dan menahan diri dari semua aksi vandalisme dan penjarahan" serta mengatakan dewan sipil-militer telah mengambil kekuasan efektif sepeninggal kematian Conte.

Kapten Moussa Dadis Camara di radio pemerintah mengatakan, konstitusi telah ditangguhkan dan semua lembaga negara dibubarkan untuk digantikan dengan "dewan konsultatif".

"Lembaga republik telah menunjukkan dirinya sendiri tidak mampu memecahkan krisis yang dihadapi negara ini," kata Camara di Radio Konakri.

Beberapa jam sebelumnya PM Ahmed Souare meminta "ketenangan dan pengendalian diri" pada militer untuk membantu menjaga perdamaian.

Camara mengatakan negara itu dalam keadaan "amat putus-asa" dan menginginkan perbaikan dalam bidang ekonomi dan pemberantasan korupsi.

"Guinea yang merayakan ulang tahun ke50 kemerdekaannya pada 2 Oktober digolongkan sebagai salah satu negara termiskin di planet ini," katanya.

"Dengan sumber alam yang sangat besar, Guinea harusnya jauh lebih makmur."

Camara mengatakan korupsi yang merajalela, tidak berhukum dan "anarki yang tidak teratasi aparat negara" telah memicu "bencana ekonomi yang hebat dan menimpa mayoritas besar rakyat Guinea".

Tidak jelas apakah Camara berbicara atas nama komando tinggi militer atau sebagai pemimpin beberapa macam kelompok separatis.

Uni Afrika mengatakan akan mengadakan pertemuan darurat Dewan Perdamaian dan Keamanan Selasa atau Rabu untuk membicakan situasi di Guinea.

"Jika kudeta militer telah dikonfirmasikan, itu adalah pelanggaran mencolok terhadap konstitusi dan legalitas Afrika dalam melarang mutlak perubahan tidak konstitusional pemerintah," kata Komisaris Perdamaian dan Keamanan Ramtane Mamra.

Berkuasa sejak 1984, Conte adalah pecandu rokok yang telah menderita karena penyakit diabetes kronis dan pada satu waktu didiagnosa menderita Leukimia.

Seorang tentara karir, ia mengandalkan militer bersama dengan marganya untuk menyokong kekuasaan politik dan ekonominya sejak ia merebut kekuasaan melalui kudeta April 1984, satu pekan setelah kematian presiden pertama Guinea, Ahmed Sekou Toure.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, ketegangan sosial dan kritik atas rezimnya menjadi semakin terbuka, tapi tindakannya yang mencap diri sebagai orang biasa didorong keinginan untuk menggunakan militer dalam menyisihkan ketidakpuasan.

"Saya adalah bos, yang lain adalah bawahan saya," ia mengatakan dalam wawancara tahun lalu. Ditanya siapa yang mungkin pada suatu hari akan menggantikannya, Comte menjawab: "Tidak ada transisi."

Pada awal 2007, demonstrasi besar terjadi di negara itu dan sedikitnya 186 orang tewas.

Pada November sedikitnya empat orang tewas ketika demonstrasi mengguncang pinggiran kota Konakri, dengan pasukan keamanan menembakkan amunisi, lapor Human Right Watch.

Lembaga swadaya masyarakat acapkali menyerang manajemen yang "merugikan" Guinea, negara dengan penduduk sembilan juta orang yang dihimpit korupsi dan berpredikat sebagai salah satu negara paling miskin di dunia meskipun kekayaann potensialnya mencakup bouksit, besi, emas dan permata. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008