Jakarta (ANTARA News) - Bantuan obat-obatan dari pemerintah Indonesia yang siap dikirimkan kepada Palestina, yang ratusan rakyatnya meninggal dan luka-luka akibat serangan militer Israel, meningkat dari semula Rp2 miliar (sekira 200 ribu dolar AS), menjadi lebih-kurang Rp10 miliar atau 1 juta dolar AS. Hal itu diungkapkan dua pejabat dari Departemen Kesehatan (Depkes) dan Departemen Luar Negeri (Deplu) yang diwawancarai ANTARA News di Jakarta, Selasa. Pejabat tersebut adalah Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes dr Rustam S Pakaya, MPH dan Direktur Timur Tengah Deplu A Chandra Salim, MKom, yang pada hari Senin (29/12) telah bertemu dengan Duta Besar (Dubes) Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi, yang juga dihadiri Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-c), dr Joserizal Jurnalis, SpBO. Menurut Rustam S Pakaya, dalam pertemuan tersebut Dubes Palestina menjelaskan kondisi terakhir, dimana dari sekira 1.300 lebih korban luka -- di luar 300 lebih warga Palestina yang meninggal akibat serangan brutal negara Zionis itu-- yang sangat membutuhkan pertolongan medis. "Kondisi yang ada sungguh memrihatinkan. Dari sekitar 1.300-an lebih korban luka itu terdapat 800-an orang yang kritis, sedangkan rumah sakit (RS) yang ada di Gaza hanya tiga dengan tempat tidur terbatas, sehingga Palestina sangat membutuhkan bantuan layanan kesehatan itu," katanya. Pada kesempatan itu, Dubes Palestina Fariz Mehdawi juga mengungkapkan kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi diantaranya dokter anestesi, peralatan medis, pasok obat dan makanan serta tenda. Usai pertemuan itu, Rustam S Pakaya selanjutnya melaporkan kondisi yang ada kepada Menkes Siti Fadilah Supari, yang kemudian memberikan arahan untuk menjajaki persiapan RS Lapangan untuk para relawan Indonesia, termasuk kalangan LSM. Mengenai bantuan bidang kesehatan yang disumbangkan atas nama pemerintah Indonesia, diantaranya adalah pasok obat-obatan yang dibuat di Indonesia sekira dua ton senilai lebih-kurang Rp300 juta. Sedangkan uang tunai senilai Rp10 miliar akan dipakai untuk pengadaan obat-obatan yang akan dibeli di Mesir. Bantuan pemerintah Indonesia itu, katanya, adalah wujud dari peryataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia akan terus mendukung perjuangan bangsa Palestina dalam mempertahankan hak dan kedaulatannya. Pada konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Senin (29/12), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ia telah mengirim surat secara kepada Sesjen PBB Ban Ki-moon dan Presiden DK PBB agar kedua lembaga itu mengeluarkan resolusi bagi Israel untuk menghentikan serangannya ke Jalur Gaza. Presiden menambahkan, dalam suratnya kepada Sesjen PBB dan Presiden DK PBB, ia menyampaikan sikap Indonesia yang mengecam keras aksi-aksi militer Israel yang dinilai berlebihan dan tidak proporsional. "Dalam surat ini saya menggarisbawahi bahwa masyarakat dunia, terutama PBB, terutama lagi DK PBB harus mengambil langkah-langkah cepat," kata Kepala Negara. Mengingat kondisi kemanusiaan yang buruk di Jalur Gaza akibat serangan roket Israel yang menewaskan rakyat Palestina, Presiden Yudhoyono dalam suratnya juga mengimbau masyarakat dunia untuk memberi bantuan kemanusiaan kepada Palestina. "Indonesia akan memberikan bantuan tunai senilai 1 juta dolar AS di luar obat-obatan yang dikirim ke wilayah konflik," kata Presiden. Sementara itu, Direktur Timur Tengah Deplu A Chandra Salim menjelaskan bahwa tim aju awal untuk mengantarkan bantuan kemanusian itu, dirancang dapat masuk melalui dua jalur, yakni masuk melalui Mesir atau Yordania. Bila melalui Mesir, katanya, pihak pemerintah disana menyarankan agar sebaiknya bantuan tidak berupa obat-obatan, namun dana tunai yang ada bisa dibelanjakan untuk membeli obat-obatan di negara itu, dan kemudian akan disalurkan melalui Bulan Sabit Merah Mesir. Di jalur masuk melalui Mesir itu, maka daerah yang dituju adalah Rafah, yakni perbatasan Mesir untuk masuk ke jalur Gaza. Hanya saja, untuk pintu masuk ke Mesir, tingkat kesulitannya cukup tinggi karena perbatasan itu di bawah pengawasan empat otoritas yakni Palestina, Mesir, Uni-Eropa dan Israel sendiri. Sedangkan bila melalui jalur Yordania, kata dia, lebih memungkinkan tidak terjadi kendala berarti, yakni masuk melalui Ramalah kemudian West Bank dan masuk ke Jalur Gaza. "Itulah gambaran dua jalur yang sudah disiapkan, yang intinya adalah bagaimana bantuan dari Indonesia itu bisa sampai kepada rakyat Palestina," demikian A Chandra Salim.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008