Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan meminta pemerintah hati-hati memilih direktur utama PT Pertamina yang baru karena jika tidak hati-hati maka justru bisa membuat BUMN tersebut bangkrut dan terus dililit permasalahan. "Indikasi pergantian direktur utama Pertamina semakin menguat," kata Mamit melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin. Diberitakan, tiga nama calon kuat menggantikan Ari H Soemarno yaitu Kuntoro Mangkusubroto, mantan Mentamben dan Ketua Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD, Erry Riyana Hardjapamekas mantan Dirut PT Timah dan mantan Wakil Ketua Komisi KPK, dan Waluyo yanga adalah Direktur SDM dan Kepatuhan Pertamina yang juga mantan Direktur Pencegahan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mamit mengharapkan Dirut Pertamina yang baru bisa mengatasi permasalahan pengelolaan minyak oleh BUMN tersebut. Ia mengatakan bahwa saat ini pengelolaan bisnis minyak oleh Pertamina cukup payah.Tercatat pada awal tahun 2009 Pertamina melakukan kesalahan fatal dalam penerapan "MySap" yang merupakan rekomendasi dari konsultan Pertamina McKinsey sehingga mengakibatkan kemacetan distribusi BBM di berbagai daerah. Selain itu, keberadaan "Intregated Supply Chain" (ISC) yang ingin memonopoli seluruh transaksi impor minyak mentah dan BBM dari perusahaan minyak terbesar di Indonesia ini. Kesalahan berikutnya adalah dalam penanganan distribusi BBM. Ia mengatakan, ISC Pertamina menggenjot habis-habisan produksi BBM Pertamina sehingga mengakibatkan kelebihan pasokan pada solar dan minyak tanah. Kerugian akibat tidak profesionalnya pengelolaan ISC adalah pada biaya penampungan dan hilangnya Pertamax di beberapa daerah di Indonesia. Ia mengatakan, kejadian-kejadian di Pertamina tersebut bukanlah sebuah kebetulan semata. Ini adalah sebuah skenario pembangkrutan Pertamina. Mengenai nama Erry Riyana Hardjapamekas, ia mengatakan, bukan orang yang berpengalaman dalam pengelolaan energi. Sehingga diragukan keberhasilannya mengelolaan Pertamina. Ia mengatakan, kinerja Erry Riyana juga tidak terlalu bagus saat memimpin PT Timah. Sementara pengamat perminyakan Kurtubi pernah mengatakan, Erry Riyana dianggap bertanggung jawab dalam pengabaian kasus Karaha Bodas yang merugikan Pertamina. Sedangkan Kuntoro Mangkusubroto, dinilai gagal dalam mengusulkan UU Migas ke DPR. Sementara pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto meminta Tim Penilai Akhir (TPA) tidak menetapkan Dirut Pertamina memakai kalkulasi politis. "Demi kebaikan Pertamina, maka penetapan Dirut Pertamina jangan pakai hitungan politis," katanya. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute tersebut mengatakan, TPA bisa menetapkan Dirut Pertamina dari dalam atau luar BUMN itu. Namun, lanjutnya, dirut mestilah memiliki kompetensi hulu dan hilir migas dan mempunyai integritas. "Kompetensi hulu-hilir dan kemampuan mengelola perusahaan yang bagus idealnya harus dimiliki dirut baru," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009