Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melarang penggalangan dana pemilu oleh partai politik (parpol) melalui jasa telekomunikasi termasuk dengan pesan singkat (SMS) dilarang dilakukan.

"Penggalangan dana oleh parpol tidak diperbolehkan dalam UU pemilu," kata Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Postel) Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Basuki Yusuf Iskandar yang didampingi Menkominfo Muhammad Nuh dan jajaran petinggi Depkominfo dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi I DPR RI di gedung parlemen Jakarta, Senin.

Basuki mengatakan larangan penggalangan dana tersebut tercantum dalam Permenkominfo No.11/2009 tentang Kampanye Pemilu melalui Jasa Telekomunikasi yang diterbitkan 4 Februari 2009.

Permenkominfo No.11/2009 tersebut, jelasnya, merupakan aturan yang menggabungkan UU Pemilu No 10 tahun 2008 dan Undang - Undang No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.

"Dalam UU Pemilu disebutkan penggalangan dana harus menyebutkan secara jelas sumber dananya. Sedangkan 95 persen pengguna seluler di Indonesia merupakan pengguna prabayar yang relatif susah identifikasinya," kata Basuki.

Oleh karena itu, regulator melarang penggalangan dana melalui jasa telekomunikasi untuk mengantisipasi susahnya identifikasi pemberi dana.

Dirjen Postel menjelaskan mengenai aturan kampanye pemilu melalui jasa telekomunikasi setelah anggota Komisi I DPR RI antara lain Andreas Perreira menanyakan hal tersebut.

Sebelumnya, Menkominfo menerbitkan Permenkominfo No.11/2009 tentang Kampanye Pemilu melalui Jasa Telekomunikasi pada 4 Februari 2009.

BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) sendiri siap untuk mengawasi pemanfaatan jasa telekomunikasi untuk kampanye Pemilu 2009 tersebut.

"BRTI siap mengawasi pemanfaatan jasa telekomunikasi untuk kampanye pemilu ini dan siap berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawasan Pemilu serta Panitia Pengawas Pemilu," kata Anggota BRTI, Heru Sutadi melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.

Heru mengatakan BRTI hanya akan mengawasi sesuai dengan kewenangannya, yaitu pemanfaatan jasa telekomunikasi, misalnya kebocoran data pengguna, adanya aktivasi langganan info partai tanpa ijin pengguna, adanya sms donasi untuk partai dan penyalahgunaan jasa telekomunikasi lainnya.

Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Telekomunikasi untuk kampanye dilatarbelakangi oleh potensi yang sangat tinggi yang dapat digunakan oleh para peserta Pemilu untuk memanfaatkan layanan SMS bagi kegiatan kampanye Pemilu.

Data dari BRTI, saat ini ada sekitar 150 juta pengguna ponsel baik yang berbasis GSM (Global Satellite Mobile) dan CDMA (Code Division Multiple Acces).

Potensi penggunaan layanan SMS ini secara implisit mengacu pada Pasal 89 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye dari parpol kepada masyarakat dapat dilakukan melalui media massa cetak dan lembaga penyiaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pesan kampanye yang dimaksud UU Pemilu dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suaran dan gambar, yang brsifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.

Sesuai dengan UU Pemilu, kampanye parpol tidak boleh/dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kampanye juga dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan Peserta Pemilu yang lain, dan aturan larangan lainnya.

Larangan dalam UU Pemilu tersebut juga sejalan dengan sejumlah larangan dalam Pasal 21 UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi yang menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.

Selain itu, operator maupun penyedia content wajib menjaga kerahasiaan data pengguna sebagaimana sesuai UU Telekomunikasi Pasal 42.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009