standar operasional bisnis pinjaman online yang perlu diatur meliputi perlindungan data, transparansi bunga dan biaya yang harus dibayar peminjam dan standar proses penagihan utang.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti menyatakan bahwa penutupan sejumlah perusahaan pinjaman daring merupakan momentum yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk melakukan restrukturisasi pasar teknologi finansial.

"Upaya restrukturisasi pasar pinjaman online membutuhkan beberapa komponen, seperti standar operasional bisnis pinjaman online, informasi kredit untuk risk assessment dan perlindungan konsumen," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti di Jakarta, Jumat.

Ira menjelaskan, standar operasional bisnis pinjaman online yang perlu diatur meliputi perlindungan data, transparansi bunga dan biaya yang harus dibayar peminjam dan standar proses penagihan utang.

Baca juga: Polda Sulsel meringkus pelaku penipuan modus pinjaman online

Terkait informasi kredit, ujar dia, OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memang membutuhkan data komprehensif yang terus diperbaharui, baik melalui Fintech Data Center maupun Standar Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

SLIK merupakan portal yang dikelola oleh OJK yang dapat digunakan oleh pelaku industri untuk mitigasi risiko, khususnya risiko kredit. SLIK diharapkan bisa membantu menurunkan tingkat risiko kredit bermasalah dan mendukung perluasan akses kredit dan pembiayaan.

"Data yang terintegrasi idealnya digunakan oleh seluruh platform pinjaman online dan juga penting bagi perancangan kebijakan OJK," ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa OJK dan AFPI setuju untuk menunda pendaftaran penyedia pinjaman online baru untuk persiapan strukturisasi infrastruktur pasar.

Sebelumnya, AFPI meluncurkan FDC pada Januari 2020 untuk mengatasi pinjaman berlebihan. AFPI menjelaskan membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk mengintegrasikan FDC secara penuh dan real time bagi seluruh 161 anggota AFPI saat ini.

"Dengan diberlakukannya kebijakan ini, diharapkan dapat menjadi momentum AFPI dan OJK mempersiapkan integrasi FDC maupun SLIK untuk mendukung perkembangan teknologi finansial di Indonesia. Setelah FDC terintegrasi di antara anggota AFPI, itu juga harus diintegrasikan dengan OJK atau melalui SLIK. Sebelumnya, pelaporan data ke SLIK masih sukarela bagi penyedia platform, namun pelaporan akan diwajibkan bagi seluruh fintech pada 2022," jelasnya.

Selain perlunya integrasi data, Ira berpendapat agar AFPI dan OJK memastikan keamanan data konsumen dan keamanan siber baik di FDC dan SLIK, karena rawan pembobolan.

Baca juga: OJK temukan 120 entitas fintech ilegal di awal tahun

Ia berpendapat, data di SLIK seperti NIK, NPWP, Tempat dan Tanggal Lahir, dan Alamat bisa disalahgunakan oleh orang tidak bertanggung jawab jika tidak ada keamanan data yang memadai.

Ira menyimpulkan, perusahaan pinjaman daring baru sebaiknya diregulasikan dengan baik dan diberikan payung hukum yang jelas.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020