Cirebon (ANTARA News) - Sekitar 90 persen air hujan yang diturunkan di Jawa Barat, akhirnya menjadi air limpasan atau run off yang terbuang percuma ke laut akibat perubahan tata guna lahan dan rusaknya sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jabar serta minimnya bendungan di daerah itu.

"Sampai tahun 1960, air limpasan hanya sekitar 35 persen, namun sejak tahun 2007 aliran limpasan yang sebagian melalui sungai besar menjadi 90 persen terbuang ke laut," kata Kepala Bidang Evaluasi Potensi Bencana Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Gatot M Sudrajat di Cirebon, Selasa.

Usai Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana se-wilayah Cirebon di Kantor Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah (BKPPW) III, Gatot menjelaskan, potensi air di Jabar saat musim hujan mencapai 81 miliar m3 (meter kubik), namun saat musim kemarau hanya bisa dimanfaatkan 8 miliar m3 atau hanya 10 persennya, sementara sisanya terbuang percuma ke laut.

"Cadangan air yang delapan miliar m3 itu tidak mungkin mencukupi kebutuhan air untuk konsumsi, pertanian dan kebutuhan lainnya di musim kemarau yang mencapai 17 miliar m3," katanya.

Gatot menilai perlunya upaya yang maksimal untuk mempertahankan kawasan hutan serta melakukan konservasi di Daerah Aliran Sungai agar sedimentasi sungai dan bendungan bisa dikendalikan.

"Banyak situ dan bendungan yang daya tampungnya berkurang akibat tingginya sedimentasi akibatnya air mudah meluap," katanya.

Ia mengungkapkan tingkat perusakan hutan di Indonesia terjadi hampir seluas enam kali lapangan sepak bola setiap menit dan akibat kerusakan tersebut terjadi banjir dan longsor dengan kerugian materi mencapai Rp83 miliar perhari atau setara dengan Rp30 triliun pertahun.

Pada bagian lain, Gatot mengungkapkan Cirebon termasuk wilayah yang dikepung berbagai potensi bencana, dari mulai banjir, tanah longsor sampai gempa bumi dan letusan gunung berapi.

"Sekitar 60 persen wilayah Kabupaten Kuningan termasuk rawan longsor, dan 40 persen wilayah Kabupaten Majalengka jura rawan longsor. Dua kabupaten itu berada di kaki Gunung Ciremai," katanya.

Sementara daerah pesisir seperti Kota dan Kabupaten Cirebon serta Kabupaten Indramayu, merupakan daerah yang rawan banjir setiap musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.

Kepala BKPPW III H. Ano Sutrisno yang memimpin Rakor tersebut, meminta pemda sewilayah Cirebon untuk membuat grand design penanganan bencana, untuk memudahkan koordinasi dalam penanganan bencana di wilayah Cirebon.

"Setiap daerah harus memiliki rencana penanggulangan bencana alam yang lengkap dan komprehensif termasuk mendata titik rawan bencana serta kebutuhan anggaran penanggulangan bencananya," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009