Pangkalpinang (ANTARA News) - Indonesia telah menghabiskan dana hingga 1 miliar dolar AS untuk perbaikan lahan kritis dalam kurun waktu 13 tahun terakhir dan dana yang besar itu baru mampu memperbaiki 10 persen dari seluruh kerusakan hutan yang ada.

"Tidak ada satupun negara maju maupun negara berkembang lainnya yang menghabiskan dana begitu besar untuk perbaikan kerusakan hutan. Dana besar menunjukkan pemerintah peduli betapa pentingnya hutan harus dihijaukan kembali," kata Mentri Kehutanan MS Ka`ban di Pangkalpinang, Selasa.

Ka`ban yang datang dalam rangka mencanangkan "Green Revolusi Pangkalpinang City" mengatakan, lahan kritis yang perlu direhab mencapai 30 juta hektare, sementara rehab baru difokuskan pada 318 daerah aliran sungai.

Di Indonesia biaya mereklamasi hutan sebesar Rp500 juta perhektare tidak semahal Jepang yang mencapai empat sampai enam kali lipatnya, namun degradasi kerusakan hutan di Indonesia tergolong cepat.

Kerusakan hutan akibat penebangan tidak sah, pembukaan perkebunan serta pembangunan infrastruktur harusnya bisa ditekan bila semua pihak berpedoman pada aturan main seperti tidak melakukan penebangan dihutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan didaerah aliran/hulu sungai dan lainnya.

"Perbuatan menebang secara liar dan hasilnya diselundupkan ke luar negeri menjadikan kerusakan hutan semakin cepat. Kita sadar kebutuhan pembangunan membutuhkan kayu, namun bisa dihasilkan tanpa merusak kawasan hutan dengan fungsi khusus," ujarnya.

Dalam memperbaiki kerusakan hutan program penanaman hutan seperti gerakan rehabilitasi hutan dan lahan, hutan kemasyarakatan dan hutan desa terus ditingkatkan agar ketersediaan kayu bisa terpenuhi.

Program penanaman pohon yang dicanangkan pemerintah maupun kementrian BUMN diharapkan bisa menghijaukan hutan dan menambah prosentase ruang terbuka di perkotaan yang sangat diperlukan dalam meningkatkan fungsi resapan air.

"Kita harusnya sama-sama menjaga kondisi hutan tetap hijau. Kerusakan hutan mengakibatkan berbagai bencana alam yang merenggut harta benda dan nyawa," tegasnya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009