Surabaya (ANTARA News) - Dewan Pers telah mengirimkan tim investigasi ke Sumatera Utara untuk mengetahui kemungkinan adanya unsur pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan surat kabar Sinar Indonesia Baru, Medan, dalam memberitakan mengenai pemekaran wilayah di provinsi itu.

"Tim tersebut terdiri dari tiga orang dan berangkat dari Jakarta Selasa (10/2) lalu," kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat Dewan Pers, Abdullah Alamudi, di Surabaya, Rabu malam.

Ketiga tim investigasi Dewan Pers tersebut adalah Bambang Harymurti, Wina Armada, dan Wikrama Iryans Abidin.

Mereka akan bertemu dengan DPRD Sumut, Polda Sumut, tokoh masyarakat, dan tokoh pers untuk menggali berbagai informasi terkait aksi unjuk rasa pendukung pembentukan provinsi Tapanuli yang menewaskan Ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat.

"Masyarakat di sana menuntut pembubaran Sinar Indonesia Baru karena berita-beritanya dianggap sebagai pemicu aksi unjuk rasa besar-besaran," kata Abdullah.

Namun Dewan Pers tidak bisa menutup atau membubarkan perusahaan pers karena tidak diatur dalam undang-undang. "Kami hanya menindaklanjuti adanya pelanggaran karena Dewan Pers bukan Deppen (Departemen Penerangan)," katanya.

Untuk sementara ini Dewan Pers menemukan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik pasal 1. "Sinar Indonesia Baru telah mencampuradukkan fakta dan opini dalam memberitakan pemekaran provinsi. Ini pelanggaran berat," katanya menjelaskan.

Menurut dia, hal itu sering dilakukan oleh pengelola dan awak redaksi Sinar Indonesia Baru dalam memberitakan pemekaran wilayah provinsi itu.

"Boleh saja pengelola atau awak redaksi memiliki keberpihakan, tapi jangan diakomodasi dalam pemberitaan. Kalau opini, tulis saja di kolom opini," katanya.

Abdullah menambahkan, peristiwa itu menunjukkan bahwa pengelola dan awak media koran tersebut tidak pernah membaca kode etik jurnalistik.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009