Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Asosiasi Penerbit Musik Indonesia (Apmindo) dan WaMI (Wahana Musik Indonesia) telah menandatangani nota kesepakatan (MoU), yang di dalamnya antara lain mengatur tentang penunjukan WaMI sebagai lembaga resmi untuk mengutip royalti atas karya cipta insan musik di bawah naungan perusahaan rekaman terkait. "MoU ini kami buat untuk melindungi royalti atas karya musik dan lagu dari para pencipta, khususnya dalam mengantisipasi layanan hiburan musik di era digital sekarang ini," kata direktur utama Warner Musik Indonesia, Yusak, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu. Menurutnya, masalah pengutipan royalti di era Ringtone dan Ringback Tone, Fulltrack Download, dan radio streaming dewasa ini membutuhkan satu sistem manajemen yang baik, sehingga semua hak dari para pencipta dapat dilindungi. "Sekarang ini penjualan album fisik (CD/Kaset) menurun drastis karena masyarakat sudah terbiasa dengan perangkat komunikasi canggih (telepon genggam) dan Internet. Karena itu pula industri musik harus menyesuaikan diri agar tidak terjadi lost," katanya. Gumilang, salah seorang pengurus WaMi, mengatakan bahwa bisnis RBT menghasilkan pemasukan hingga Rp10 juta per bulan. Menjawab pertanyaan wartawan, ia mengatakan WaMI hanya mengurus royalti dari para pencipta yang karyanya diterbitkan oleh Apmindo, yang beranggotakan perusahaan-perusahaan rekaman dan label. "Ada sembilan label," katanya. Berdasarkan kesepakatan, WaMI dan Apmindo menetapkan dua jenis tarif untuk setiap penggunaan karya lagu dan musik di bawah pengelolaan kedua lembaga tersebut. Untuk Ring Tone (monophonic dan polyphonic), WaMi menetapkan harga minimal Rp300, sedangkan Apmindo menetapkan harga minimal Rp500. Untuk Ring Back Tone, WaMi menetapkan kutipan sebesar 0,6 persen dari net (hasil penjualan bersih), sedangkan Apmindo menetapkan kutipan sebesar 8,4 persen dari net. Selain mengatur royalti dari dua jenis nada sambung telepon genggam itu, juga diatur tentang kewajiban pengguna lagu dan musik dalam kategori streaming dan preview di Website dan tempat-tempat hiburan seperti karaoke. Sebelum terbentuknya WaMI sebagai lembaga pemungut royalti atas reproduksi sound recording milik anggota ASIRI dan Apmindo dalam format digital, di Tanah Air sudah ada lembaga pemungut royalti yang disebut Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI). Menurut Gumilang, WaMI hanya mengurus royalti dari para pencipta yang karyanya diterbitkan oleh Apmindo. Menanggapi kehadiran lembaga tersebut, James F. Sundah, salah seorang pengurus KCI, saat dihubungi melalui telepon genggamnya, memberikan tanggapan dalam bentuk pesan singkat (sms), "Sebenarnya hubungan hukumnya sah-sah saja, tapi MoU seperti itu khan dasarnya kontrak-kontrak antara pemilik hak cipta perorangan dengan pengguna hak cipta, jadi yang perlu dikaji isi MoU jangan sampai berlawanan dengan UU Hak Cipta dan kepatutan standar hak internasional." (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009