Banda Aceh (ANTARA News) - Ratusan pengungsi muslim Rohingya, Myanmar, sudah lebih satu bulan di Kota Sabang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Mereka terlihat bagaikan di kampungnya sendiri, bermain dan berolahraga di kamp pengungsian.

Kelihatannya mereka sepertinya sudah lupa dengan apa yang terjadi di negaranya. Mereka menghabiskan waktunya dengan berbagai kegiatan yang berhubungan silaturrahim, beribadah dan olahraga sambil menunggu kebijakan bernilai menguntungkan nasibnya.

"Manusia perahu" Rohingya Myanmar itu perlu mendapat dukungan moral dari semua pihak untuk memperoleh hidup layak umat manusia lainnya di bumi ini, kata mantan dekan Fakultas Syariah IAINB Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh HA Hami Sarong.

"Saya kira, kita semua perlu memberi dukungan terhadap mereka. Apa yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat di tempat pengungsian sudah cukup memedai, sehingga kita menyaksikan mereka bagaikan di kampung sendiri," tambah pakar hukum adat Aceh itu.

Hari-hari dilalui dengan kegiatan menyenangkan, seperti mengaji, beribadah secara berjamaah dann olahraga. Tidak terlihat beban di raut wajahnya, bahkan terkesan tabah dan tekun melaksanakan semua tugas yang menjadi kewajiban manusia kepada Allah SWT.

Pengungsi Rohingya, Myanmar terdampar di Sabang pada Januari 2009 sementara sebagian lainnya ditemukan di laut lepas pada awal Februari 2009.

Mereka yang terdampar di Sabang menempati kamp pengungsian TNI AL, sedangkan di Aceh Timur berada di kantor Camat Idi Rayeuk.

"Manusia perahu" Rohingya yang terdampar dua kali di perairan Aceh sebanyak 391 orang. Sebanyak 198 orang tinggal di Kantor Camat Idi Rayeuk Aceh Timur, sekitar 600 Km sebelah timur Banda Aceh dan 193 lainnya berada di tempat penampungan sementara Lanal Sabang.

Pemerintah dan masyarakat setempat memberi dukungan kemanusiaan selama mereka menempati kamp pengungsian. Meski mereka tidak bisa bahasa Indonesia, namun terlihat termotivasi berkomunikasi. Sedikit di antara mereka yang bisa bahasa Inggris.


Dukungan moral

Kepedulian masyarakat dan Pemerintah terhadap warga negara Myanmar itu juga terlihat dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengharapkan mereka tidak dideportasi dan bahkan Himpunan Ulama Dayah Aceh (Huda) siap menampung mereka.

Dukungan moral dalam bentuk bantuan obat-obatan dan pakaian yang diantar langsung seperti Jama,ah Muslimin (Hizbullah). Jama,ah ini juga mengirim tim medis bagi para pengungsi Rohingya yang sudah hampir satu bulan berada di kamp penampungan kantor Camat Idi Rayeuk itu.

Pernyataan Sekjen Huda Tgk Faisal Aly yang menyatakan siap menampung pengungsi Rohingya baik sementara atau permanen merupakan dukungan moral bagi kaum muslim itu. Sekitar 500-an dayah (pesantren) di Aceh siap menampung warga Myanmar tersebut, katanya.

Myanmar adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang tempo dulu Indonesia pernah mengimpor beras. Pada 1940, Myanmar menjadi produsen beras nomor satu di dunia. Tapi seiring semakin majunya pertanian di negara lain, sehingga pada 1980-an Myanmar berada diurutan ke-6.

Semua warga negara (Myanmar) yang terletak di Asia Tenggara berbatasan dengan Bangladesh dan India di sebalah barat, China, Laos dan Thailand di sebalah timur itu terdampar di Sabang sekitar Januari 2009 dan Kabupaten Aceh Timur belum lama ini.

Banyak pihak menaruh perhatian terhadap pengungsi itu, termasuk ulama daya (pesantren) seperti disebutkan Sekjen Huda Tgk H Faisal Aly dan Jam'ah Muslimin (Hizbullah) yang mengantar bantuan berupa pakaian dan obat-obatan kepada pengungsi tersebut.

"Kami datang mengunjungi saudara kita muslim Rohingya sambil mengantar bantuan. Ini sebagai dukungan moral yang kami berikan kepada saudara kita dari Rohingya. Apa yang kami berikan hanya sekedar saja ," kata salah seorang tim Jama,ah Muslimin H Ridwan Syah.

Dukungan dan perhatian Pemerintah Aceh sejak terdampar di pulau Weh Sabang dan Idie, Aceh Timur dinilai memadai dari segi kemanusiaan, di samping bantuan masyarakat Aceh sekitar kamp pengungsian ratusan "manusia perahu" berasal Rohingya, Myanmar tersebut.


Kampung sendiri

Terkait komitmen Sekjen Huda Tgk Faisal aly, HA Hamid Sarong menyatakan positif manakala pertimbangan secara politik telah dilakukan Pemerintah Indonesia. Masalah suaka politik seperti diharapkan sejumlah elemen masyarakat negeri ini sepenuhnya ditangani Pemerintah, ujarnya.

Selama berada di kamp penampungan sementara, mereka disibuki dengan beribadah dan olahraga seperti di kampung sendiri. Kebersamaan sangat terasa manakala dicermati saat makan tiba, demikian juga ketika suara azan menggema dan mereka melaksanakan shalat berjamaah.

Mereka tentu akan lebih tenang dan bersyukur manakala pertimbangan Pemerintah sesuai harapan masyarakat muslim Indonesia. Jika kebijakan Pemerintah mengabulkan suaka politik seperti diharapkan sejumlah elemen masyarakat negeri ini tentu akan lebih berarti dari segi kemanusiaan.

Dukungan moral ulama dayah seperti disampaikan Sekjen Huda H Faisal Aly dinilai positif apabila kebijakan Pemerintah nantinya sesuai dengan harapan masyarakat muslim negeri ini. Soal tempat tinggal tidak harus dipikir karena ratusan dayah di Aceh siap menampung mereka.

"Ini merupakan pemikiran bersama sebagai upaya memberi dukungan moral terhadap ratusan manusia perahu Rohingya, Myanmar. Yang penting, secara kemanusiaan bisa dilakukan semua pihak tapi dari politik merupakan pertimbangan negera (Pemerintah)," kata Hamid Sarong.

Keinginan saling membantu dan hidup bersama dengan warga seiman merupakan hasrat manusia, tidak terkecuali pengungsi minoritas muslim Rohingya yang kini menempati kamp penampungan sementara setelah menderita di negeri kelahirannya, Myanmar.

Perasaan berada di kampungnya sendiri terlihat manakala melakukan berbagai kegiatan bersama dalam komplek yang mereka tempati selama ini.

Kiranya upaya menafikan nilai kemanusiaan seperti yang dirasakan warga Rohingya tidak terulang lagi setelah berada tempat lain.

Dukungan moral multi nilai agaknya perlu dipertimbangkan secara makro, sehingga kehidupan pengungsi Rohingya bisa lebih dari kampungnya sendiri.

Mereka kini menanti kebijakan yang berpihak kepada dukungan moral kemanusiaan, tidak seperti di tanah kelahirannya.(*)

Oleh Oleh Saidulkarnain Ishak
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009