Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah meminta PT Minarak Lapindo Jaya berunding kembali dengan korban luapan lumpur Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur, untuk menyelesaikan masalah pengangsuran sisa pembayaran ganti rugi bagi korban. "Ini harus dinegosiasikan lagi. Minarak harus menjelaskan berapa yang pasti kemampuan dia, supaya masyarakat mendapat kepastian. Dan yang paling penting harus ada komitmen untuk membayar," kata Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah selaku Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) usai peluncuran logo baru Departemen Sosial di Jakarta, Selasa. Pemerintah sendiri, menurut dia, menyerahkan penyelesaian masalah tersebut kepada PT Minarak Lapindo Jaya dan belum berencana melakukan intervensi khusus. "Kita bisa paham, posisi mereka kan lagi jatuh. Kalau dia jatuh mana mungkin dia bisa bayar. Sekarang kita hanya mendorong dia supaya cari pinjaman-pinjaman untuk membayar," katanya. Pemerintah, katanya, juga sudah meminta pihak yang bersangkutan termasuk keluarga Bakrie untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Ia menambahkan, dalam hal ini pemerintah bertindak hati-hati untuk menghindari tuntutan-tuntutan hukum yang mungkin justru dapat merugikan korban dan keuangan negara. "Di Mahkamah Agung kan dia menang di perkara, kita harus hati-hati karena di sana mungkin dia bisa jadi tak bersalah. Kita harus hati-hati supaya uang pemerintah tidak keluar lagi. Kalau didorong untuk berperkara jangan-jangan akhirnya nanti malah pemerintah yang harus menanggung," katanya. Sebelumnya, Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam menyatakan pihaknya tidak sanggup mengangsur pembayaran 80 persen ganti rugi korban lumpur sesuai kesepakatan yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 3 Desember 2008. Menurut kesepakatan antara Nirwan Bakrie dan perwakilan korban luapan lumpur Lapindo, PT Lapindo Brantas melalui PT Minarak Lapindo Jaya akan membayar 80 persen ganti rugi dengan mengangsur Rp30 juta per orang per bulan dan memberi bantuan uang kontrak Rp2,5 juta per orang. Andi mengatakan, lebih dari 100 anggota korban luapan lumpur sudah menerima angsuran pembayaran ganti rugi, di antaranya ada korban yang menerima Rp30 juta, Rp45 juta, dan Rp60 juta namun selanjutnya hanya mampu membayar angsuran Rp15 juta per orang per bulan karena krisis ekonomi global telah melemahkan kondisi keuangan perusahaan. Namun demikian, kata Andi, pihaknya akan tetap memenuhi komitmen terkait penyelesaian pembayaran ganti rugi bagi korban luapan lumpur Lapindo. Di lain pihak, korban luapan lumpur tetap meminta PT Minarak Lapindo Jaya membayar angsuran ganti rugi sesuai kesepakatan dan menolak menerima pembayaran angsuran yang hanya Rp15 juta per bulan per orang itu. Para korban juga meminta pemerintah mendesak perusahaan tersebut menyelesaikan pembayaran ganti rugi sesuai kesepakatan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009