Ambon (ANTARA News) - Puluhan mahasiswa yang berasal dari lima Kecamatan di Kabupaten Buru Selatan yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Nasional (GPN) melakukan aksi demonstrasi ke kantor Gubernur Maluku, menolak penetapan Hakim Fatsey sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten itu oleh Mendagri Mardiyanto, Rabu.

Puluhan pemuda dipimpin koordinator GPN Jufris Rubi dan Hesky Lesnussa itu, mendatangi kantor Gubernur Maluku dengan membawa sejumlah spanduk dan pamflet yang isinya mengecam kebijakan Pemkot mengusulkan Hakim Fatsey yang dinilai cacat hukum dan bermasalah selama menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (PKPO) Kabupaten Buru.

"Fatsey tidak layak menjadi Sekda di Kabupoten Buru Selatan yang baru dimekarkan dari induknya Kabupaten Buru, karena terlibat kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2006 di Dinas PKPO Buru senilai Rp6 miliar kasusnya sementara disidangkan di Pengadilan Negeri Ambon," Jufris Rubi, saat bertemu dengan Penjabat Bupati Buru Selatan Ibrahim Uluputty dan Sekda Maluku, Ros Far-Far.

Ia mengakui, pengusulan Fatsey sebagai calon Sekda Buru Selatan oleh Pemkab Bupati sebagai Kabupaten induk, dikarenakan Pemkab Buru dibawa kepemimpinan Bupati Husni Hentihu telah merasa jenuh dan bosan dengan sepak terjang Fatsey sehingga pengusulannya sekaligus merupakan "pembuangan".

"Hakim Fatsey sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya di Ambon untuk memperjuangkan statusnya sebagai Sekda Buru ketimbang berada di Namlea, ibukota Kabupaten Buru, guna melaksanakan tugasnya sebagai Kepala Dinas, belum lagi pengurusan di Dinas PKPO yang terkesan berbelit-belit hingga berbulan-bulan baru selesai," ujarnya.

Penjabat Bupati Buru Selatan, AR Uluputty, di hadapan para demonstran menegaskan, pengusulan Fatsey sebagai calon Sekda Buru Selatan bersama dua calon lainnya, ke Pemprov Maluku dan selanjutnya diteruskan ke Mendagri menjadi kewenangan Pemkab Buru sebagai kabupaten induk, karena Buru Selatan yang baru dimekarkan.... belum memiliki SDM.

Pemkab Buru mengusulkan tiga nama sebagai calon Sekda yakni Hakim Fatsey, Muhammad Jamlean dan Sirajan Tounussa, namun Pemkab Buru Selatan kemudian menambahkan satu nama yakni Gerson Soulissa, karena dianggap berjasa selama proses perjuangan pemekaran kabupaten itu.

Dari empat calon tersebut, setelah mengikuti tes kompetensi oleh Tim Baperjakat Maluku, tiga diantaranya dinyatakan lolos yakni Fatsey, Jamlean dan Tounussa, sedangkan Soulissa gugur karena tidak mencapai standar minimal untuk menjadi calon sekda, dan nama ketiga calon itu kemudian diusulkan ke Mendagri untuk diputuskan.


Penolakan

Sementara Sekda Ros Far-Far mengatakan, saat proses pengusulan nama ketiga calon itu ke Mendagri, pihaknya banyak mendapat komplain dan penolakan dari berbagai komponen masyarakat terhadap pengusulan nama Hakim Fatsey sebagai calon Sekda.

"Berdasarkan hal itu Pemprov Maluku mengirim surat resmi yang ditandatangani Gubernur Karel Albert Ralahalu Kepada Bupati Buru Husni Hentihu guna dimintai penjelasan dan klarifikasi tentang berbagai persoalan hukum yang disampaikan sejumlah komponen masyarakat terhadap Hakim Fatsey, dan kemudian dibalas dengan surat resmi bahwa yang bersangkutan tidak terlibat masalah apa pun," ujarnya.

Berdasarkan surat resmi Bupati Buru Husni Hentihu itu, Pemprov Maluku kemudian menyurati Mendagri Mardiyanto untuk melakukan seleksi dan penetapan calon Sekda Buru Selatan yang dinilai paling layak. Sekarang SK-nya sudah ada dan hanya menunggu waktu pelantikan yang dijadwalkan dilaksanakan dalam waktu dekat ini," ujarnya.

Far-Far meminta komponen pemuda Buru Selatan untuk tidak berpikiran negatif, terutama mengembangkan adanya isu rekayasa pihak-pihak tertentu untuk memuluskan "jalan" Hakim Fatsey untuk menjadi Sekda Buru Selatan.

Buru Selatan dimekarkan dari Kabupaten Buru dengan UU No.32 Tahun 2008 tertanggal 21 Juli 2008 bersamaan dengan Maluku Barat Daya (MBD) yang lepas dari induknya Maluku Tenggara Barat (MTB) berdasarkan UU No.31 Tahun 2008. Buru Selatan dengan lima kecamatan memiliki penduduk sekitar 34.000-an jiwa.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009