Padang (ANTARA News) - Berduyunnya orang berobat ala Ponari atau dengan cara mistik dewasa ini, satu bentuk indikasi menurunnya peran agama dan semakin kosongnya nilai budaya di tengah kehidupan masyarakat. Pandangan itu disampaikan salah seorang Ketua Penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya H. Mas`oed Abidin, di Padang, Minggu, ketika diminta tanggapannya soal kasus Ponari. Menurut dia, kondisi itu terjadi juga tak terlepas dari lemahnya sosialisasi dari pemerintah dimana seharusnya berobat yang layak. Selain itu, pemerintah pusat maupun daerah belum mampu mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal pada masyarakat, sehingga mencari jalan pintas, dan terjebak dengan berbau mistik itu. Bahkan, tambahnya, peranan pendakwah juga kurang dalam menumbukan keyakinan masyarakat berobat yang sesuai dengan ketentuan agama. Kondisi tersebut, telah menyebabkan lemahnya akal masyarakat dan tidak melihat pada kepatutan, sehingga air buanganpun diyakini sebagai obat. Padahal, untuk berobat jelas air yang bersih, tetapi bila keyakinan yang tumbuh seperti kasus Ponari, maka sudah terjebak dengan mistik. Memang ajuran agama menegaskan, jelasnya, "Berobatlah kata Allah, setiap penyakit ada obatnya," namun tentu melalui cara yang benar, karena tak ada yang akan menyembuhkan penyakit, kecuali Allah. Menurut mantan Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Sumbar itu, kian menipisnya nilai keagamaan masyarakat, juga tak terlepas dari berkembangnya paham liberalisme. Liberalisme cukup berbahaya bagi Indonesia, karena selalu berupaya menghilangkan kepercayaan pada agama, pemerintah dan ilmu pengetahuaan. "Ini merupakan cara penjajahan baru terhadap Indenesia, ketika masyarakatnya sudah menjadi bodoh, tentu akan mudah untuk menjajahnya kembali. Banyak elite politik tidak tahu," katanya sembari mengajak semua pihak melihat lebih jauh terhadap keutuhan bangsa ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009