Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian akan menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk memperkecil disparitas harga yang mendorong terjadinya penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Selasa, Dirjen Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, Sutarto Alimoeso mengatakan hal itu merupakan salah satu upaya pemecahan masalah distribusi pupuk bersubsidi jangka menengah dan panjang. Saat ini, HET pupuk bersubsidi jenis Urea dipatok Rp1.200 per kg, Superphos Rp1.550 per kg, ZA Rp1.050 per kg, NPK Rp1586-Rp1.830 per kg dan pupuk organik Rp500 per kg. Menurut dia, kelangkaan pupuk bersubsidi selama ini disebabkan karena masih terbukanya sistem penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV yaitu penyalur pupuk bebas menjual pupuk bersubsidi kepada petani dan atau pembeli termasuk di luar wilayah usahanya. Kondisi itu, lanjut dia, dipicu oleh adanya disparitas harga pupuk bersubsidi dan non subsidi yang sangat tinggi serta rendahnya margin yang diterima distributor dan penyalur yaitu sekitar Rp30-Rp40 per kg. "Akan diupayakan penyesuaian margin distributor dan penyalur di lini IV agar lebih proporsional secara ekonomis serta dilakukan reposisi jumlah distributor dan penyalur di lini IV," ujarnya. Sutarto mengatakan jumlah distributor pupuk bersubsidi tidak proporsional di beberapa daerah, sementara lokasi kiosnya juga terkonsentrasi di ibukota kabupaten/kota atau ibukota kecamatan. Hal itu menyebabkan petani membutuhkan biaya untuk transportasi dalam pembelian pupuk bersubsidi dan harga yang diterima semakin mahal terutama jika membeli dalam kemasan kurang dari 50 kg. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDIB Perjuangan, Mardjono mengatakan pemerintah harus menyelesaikan masalah penyaluran pupuk bersubsidi secara menyeluruh. Menurut dia, kenaikan HET pupuk bersubsidi tidak bermasalah jika hasil panen petani dijamin dibeli dengan harga yang baik. "Ketika dulu semen harganya diatur kondisinya sama seperti pupuk. Tapi ketika harganya dilepas dan produksinya cukup tidak ada masalah. Tidak ada disparitas harga tapi ketersediaannya cukup. Kalau tetap setengah-setengah dalam mengatasi masalah pupuk, saya kira tidak akan selesai juga," tuturnya. Mardjono mengatakan penyaluran subsidi pupuk sebaiknya tidak dilakukan melalui pedagang namun langsung pada petaninya atau oleh penyalur khusus yang tidak menjual pupuk non subsidi. "Jalur subsidi seharusnya tidak melalui pedagang dan pupuk bersubsidi seharusnya jangan jadi komoditas perdagangan," ujarnya. Sementara itu, pemerintah harus menyelesaikan masalah bahan baku pupuk dan restrukturisasi industri pupuk sehingga kapasitas produksi dapat ditambah sesuai kebutuhan. Alokasi subsidi pupuk 2009 untuk urea sebesar 5,5 juta ton sedangkan kebutuhannya 6,31 juta ton, superphos satu juta ton sedangkan kebutuhannya 3,13 juta ton, ZA 920ribu ton sedangkan kebutuhannya 1,56 juta ton, NPK 1,5 juta ton sedangkan kebutuhannya 3,05 juta ton dan pupuk organik 450ribu ton sedangkan kebutuhannya 4,67 juta ton.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009