Jakarta (ANTARA News) - Komunitas penerbangan Indonesia yang terdiri empat asosiasi menyesalkan dan menilai Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) gagal.

Demikian penegasan Presiden Asosiasi Pilot Garuda Capt. Stephanus Gerardus S bersama Ketua Umum Indonesia Air Traffic Contoller Association dan Ketua Umum Ikatan Teknisi Pesawat Udara Indonesia (ITPI), Wahyu S serta M. Rosyid yang mewakili Federasi Pilot Indonesia (FPI) kepada pers di Jakarta, Jumat.

Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi beberapa kasus kecelakaan pesawat udara di Indonesia, khususnya pesawat Garuda Indonesia, GA-200 pada awal Maret 2007 di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.

Pada kasus GA-200 tersebut, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta dalam persidangan 23 Februari 2009 Capten Pilot Marwoto dituntut empat tahun penjara.

Menurut Stephanus, kegagalan KNKT terutama dalam mempertahankan amanat Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Annex 13 bahwa data hasil investigasi kecelakaan pesawat udara (CVR dan FDR) hanya untuk meningkatkan keselamatan penerbangan.

Selain itu, untuk mencegah terulangnya kejadian atau kecelakaan dengan penyebab yang sama.

"Namun, pada peristiwa GA-200, ternyata telah dipakai oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai barang bukti dalam persidangan," katanya.

Barang bukti yang dimaksud antara lain adalah keping VCR yang berisi data-data Cockpit Voice Recorder (CVR) dari pesawat Boieng 737-400 PK-GZC dan satu keping Memory Module (Card) yang berisi data-data Flight Data Recorder (FDR).

Oleh karena itu, mereka mendesak pengadilan agar menghormati lex specialis derograt legi generalis yang merupakan azas hukum universal tanpa menggunakan data maupun barang termasuk para personil yang bekerja dalam tim penyelidikan keselamatan penerbangan sebagai barang bukti maupun saksi.

Mereka juga berjanji, demi mempertahankan keselamatan dan keamanan penerbangan, tidak akan pernah menghukum decision action or inaction para insan penerbangan.

"Penilaian ada indikasi suatu perbuatan di luar kode etik profesi harus dilakukan oleh lembaga independen yang dalam hal ini, sesuai UU No 1/2009 tentang Penerbangan, dilakukan oleh Majelis Profesi Penerbangan," katanya.

Jika penanganan kejadian semacam ini terus terjadi maka insan penerbangan menjadi gamang dalam bekerja dan pada akhirnya akan mempengaruhi keselamatan penerbangan.

Namun ketika ditanya dari siapa "barang bukti hasil investigasi" yang nota bene hanya dimiliki KNKT tersebut "bocor" ke Jaksa Penuntut Umum, Stephanus tidak merinci secara tegas.

Dia hanya mengatakan, selanjutnya komunitas penerbangan tersebut akan melaporkan kejadian tersebut ke induk internasional organisasi masing-masing.

"Kami berharap induk organisasi kami berkirim surat kepada Presiden RI," kata Stephanus.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua KNKT Tatang Kurniadi terkait dugaan bocornya barang bukti hasil investigasi GA-200 ke polisi maupun penuntut umum, dia mengatakan, hal itu sama sekali tidak benar.

Tatang menduga, dugaan kebocoran barang bukti ke penegak hukum tersebut, barangkali mencari celah informasi dari laporan final KNKT di website dephub.

"Seharusnya, itu pun tidak dilakukan untuk bahan proses penuntutan. Bagaimana itu pembelanya?" kata Tatang. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009