Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati  menyatakan, Indonesia ikut aktif membahas pengaturan kembali sistem keuangan regional dan global agar krisis keuangan tidak terjadi lagi.

"Dalam G-20, Indonesia sebagai peserta bukan pasif tapi ikut serta mendiskusikan bagaimana perekonomian dan sistem keuangan diatur lagi, apa yang perlu diadopsi agar tidak terjadi krisis lagi," kata Menkeu dalam Forum Ekonomi Islam Sedunia (WIEF) kelima di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kegagalan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam membantu negara-negara yang menghadapi kesulitan selama ini menjadi salah satu topik pembahasan G-20.

"Pasti ada sesuatu yang salah atau kurang dalam sistem perekonomian global, ini menjadi topik pembahasan yang cukup berat," katanya.

Terkait dengan sistem perekonomian syariah, Menkeu mengatakan, dalam beberapa tahun sudah ada peningkatan lembaga keuangan syariah. Meskipun sudah menunjukkan adanya peningkatan namun hingga saat ini belum bisa menandingi sistem keuangan konvensional.

Menurut dia, semua pihak harus yakin bahwa ekonomi syariah merupakan solusi atas krisis keuangan global yang saat ini terjadi.

"Kita harus yakin bahwa instrumen keuangan yang digunakan bisa efektif dan dapat diadopsi secara global sehingga dapat mengubah sistem keuangan global. Harus diyakini bahwa instrumen yang digunakan benar-benar merupakan instrumen keuangan, bukan instrumen spekulasi," katanya.

Menkeu menyebutkan, belajar dari pengalaman krisis satu dekade lalu yang terjadi di Indonesia, maka penanggung beban atas krisis yang terjadi akhirnya adalah para pembayar pajak.

"Indonesia punya pengalaman pahit yang membekas hingga saat ini, bahkan keputusan mengenai nilai aset itu masih ada hingga saat ini karena sekitar 60 persen GDP harus digunakan untuk rekapitalisasi perbankan," katanya.

Menurut Menkeu, apa yang dihadapi negara-negara maju yang saat ini mengalami krisis hampir sama dengan yang dihadapi Indonesia satu dekade lalu.

"Ada masalah penanganan `toxic asset` (aset-aset bermasalah), masalah penilaian aset, masalah pembentukan badan serupa BPPN, dan lainnya," kata Menkeu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009