Brisbane, (ANTARA News) - Pemerintah Australia masih mengganggap kondisi keamanan Indonesia tak berbeda dengan kondisi keamanan Pakistan, Timor Timur, Angola, Aljazair dan 13 negara lainnya di dunia bagi keselamatan warga negaranya.

Penilaian itu tertuang dalam status peringatan perjalanan (travel advisory) level empat yang diberlakukan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia kepada Indonesia, Pakistan, dan 16 negara lainnya hingga Rabu (4/3).

Peringatan perjalanan level empat itu bermakna seluruh warga negara Australia disarankan untuk mempertimbangkan kembali rencana perjalanan mereka ke 18 negara itu karena bahaya terorisme dan ancaman keamanan serius lainnya.

Peringatan perjalanan level empat itu hanya terpaut satu tingkat di bawah level lima yang berarti "larangan total" bagi seluruh warga Australia untuk bepergian. Sejauh ini, DFAT memberlakukan larangan total berkunjung warga negaranya ke Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Chad, Irak, Somalia, Sudan dan Zimbabwe.

Untuk peringatan perjalanan level empat, selain diberlakukan kepada Indonesia, Pakistan, Timor Timur, Angola, dan Aljazair, Australia juga memberlakukannya kepada Republik Demokratik Kongo, Eritrea, Ethiopia, Guinea, Haiti, Lebanon, Liberia, Madagaskar, Mauritania, Nigeria, Saudi Arabia, Sri Lanka, dan Yaman.

Dalam dua hari terakhir ini, kondisi keamanan di Pakistan kembali mendapat sorotan pemerintah dan media massa Australia menyusul terjadinya serangan sekelompok orang bersenjata terhadap rombongan tim kriket Sri Lanka di Lahore Selasa (3/3).

Insiden yang menewaskan delapan warga Pakistan dan melukai enam pemain kriket itu menuai kecaman keras Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith dan menjadi berita utama media cetak dan elektronika Australia.

Berbeda dengan kondisi keamanan Pakistan yang rapuh ditandai dengan insiden berdarah di Lahore dan berbagai kasus serangan teroris lainnya dalam beberapa tahun terakhir, kondisi Indonesia justru relatif aman dan terbebas dari serangan terorisme sejak 2005.

Bahkan, sejak terjadinya insiden bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia, Indonesia dilaporkan berhasil menangkap dan mengadili 436 orang tersangka pelaku terorisme. Tiga pelaku insiden bom Bali 2002 -- Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudera -- telah pula dieksekusi tahun lalu.

Peringatan perjalanan level empat kepada Indonesia yang telah diberlakukan Australia sejak 2001 itu dinilai Direktur Sekolah Ekonomi dan Pemerintah Crawford Universitas Nasional Australia (ANU), Andrew MacIntyre, telah membuat frustasi banyak pihak di Indonesia dan Australia.

Indonesianis ANU lainnya, Greg Fealy, dalam perbincangan dengan ANTARA baru-baru ini, menegaskan, status peringatan perjalanan level empat kepada Indonesia sepatutnya dicabut jika pemerintah Australia benar-benar serius memperkuat pengajaran bahasa dan studi Indonesia di sekolah dan kampus.

"Dana 62 juta dolar Australia yang disiapkan pemerintah Australia untuk meningkatkan kembali studi bahasa dan studi Asia patut disambut baik... tapi saya kira hasilnya tidak begitu besar karena murid tidak bisa berjalan ke Indonesia akibat jaminan asuransi yang begitu tinggi dan lain sebagainya."

"Jadi harus ada beberapa perubahan kebijakan politik pemerintah yang dilaksanakan dalam waktu dekat," katanya.

Berkaitan dengan pemberlakuan peringatan perjalanan kepada Indonesia itu, Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith secara konsisten membela kebijakan kementeriannya dengan beralasan bahwa pihaknya secara reguler meninjau ulang pemberlakuannya.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009