Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Golkar M Jusuf Kalla (JK) mengemukakan, perbedaan basis antar partai politik (Parpol) terutama partai yang berbasis nasionalis dengan partai yang berbasis keagamaan semakin tipis sehingga pertentangan mengenai basis partai tidak perlu terjadi lagi.

Demikian diungkapkan Jusuf Kalla dalam diskusi Agenda 23 Wacana dari Slipi bertema "Peran Agama dalam Membangun Budaya Politik yang Damai dan Berintegritas" di DPP Golkar Slipi Jakarta Barat, Rabu.

Diskusi yang dibuka Wakil Ketua Umum DPP Golkar Agung Laksono, juga menghadirkan mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif, Ketua PBNU Masdar F Masudi, Pendeta Richard M Daulay (Persatuan Gereja Indonesia/PGI) dan Romo Benny Susetyo dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).

JK mengemukakan, pada Pemilu sebelum era reformasi, batas-batas antara partai nasionalis dan partai berbasis agama masih sangat terlihat jelas. Namun saat ini batas itu semakin tipis.

JK mengatakan, saat ini, partai berbasis keagamaan cenderung nasionalis, begitu juga partai nasionalis seperti Partai Golkar dan PDI Perjuangan memiliki sayap-sayap keagamaan. Hal ini menunjukkan bahwa batasan perbedaan tersebut semakin tidak terlihat.

Adanya kecenderungan itu juga bisa dilihat dari komposisi dalam daftar Caleg partai-partai peserta Pemilu 2009. Partai berbasis masa pendukung beragama Islam telah ada yang beragama non Islam. Begitu juga Caleg dari partai yang berbasis nasionalis banyak yang berlatar belakang keagamaan.

JK mengatakan, dengan adanya kecenderungan tersebut, maka tidak tepat lagi membedakan partai berdasarkan basis pendukungnya. Upaya menjauhkan perbedaan basis dukungan itu akan mengurangi gesekan antarkelompok yang bisa mengganggu situasi keamanan menjelang Pemilu 2009.

Syafii Maarif mengemukakan, pertentangan antarpartai berdasarkan basis dukungan tidak perlu terjadi lagi karena semakin tipisnya perbedaan antara partai nasionalis dan keagamaan. namun elit politik harus bersikap dewasa dengan tidak membawa persoalan agama ke dalam partai politik.

Elit-elit politik harus cerdas dalam menyampaikan misi partainya. Begitu juga Ormas-Ormas keagamaan harus bersikap cerdas dan jangan over dosis".

Sedangkan Romo Benny mengemukakan, untuk menciptakan ketenangan di masyarakat, sebaiknya tokoh-tokoh agama berada di zona netral. "Tokoh agama jangan masuk ranah politik, tetapi berada di zona netral dengan menanamkan nilai-nilai kesantunan," katanya.

Richard M Daulay juga mengingatkan elit politik dan tokoh keagamaan mengenai bahaya politisasi agama. "Kalau tidak mau dilempar sepatu seperti Presiden Bush, jangan politisasi agama," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009