Jakarta (ANTARA News) - Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) terus memantau upaya pencarian sembilan pelaut Indonesia yang hilang akibat tabrakan kapal "Orchid Pia" yang berbendera Korea Selatan dengan kapal "Cignus Ace" berbendera Panama di perairan Jepang yang terjadi pada 10 Maret 2009. Siaran pers KPI yang diterima di Jakarta, Rabu, menyatakan KPI juga menunggu kedatangan 34 pelaut Indonesia yang dikabarkan segera dipulangkan dari Taiwan setelah ditahan akibat dituduh melakukan "illegal fishing" di perairan Taiwan. "Crew agent yang mengirim sembilan pelaut Indonesia itu sedang menghubungi perusahaan di Korea yang mempekerjakan mereka untuk menyelesaikan santunan bagi pelaut sesuai "Collective Bargaining Agreement" (Kesepakatan Kerja Bersama, KKB) yang telah ditandatangani," kata Presiden KPI Hanafi Rustandi. Dikatakannya, pelaut tersebut dikirim oleh "crew agent" PT Makmur Upaya Guna Sejahtera (MUGS) di Jakarta, sedang perusahaan yang mempekerjakan mereka adalah LSM Maritime Company, Korea Selatan. Sebelum berangkat mereka dilindungi KKB yang ditandatangani oleh KPI dan pihak perusahaan yang disahkan oleh Ditjen Perhubungan Laut. Sehingga semua korban tabrakan di Jepang itu akan mendapat santunan sesuai hak-haknya yang tertuang dalam KKB. Menurut Hanafi, tabrakan kapal berbendera Korea berbobot 4.255 ton yang mengangkut biji besi dengan kapal Cignus Ace berbobot 10.833 ton di perairan Jepang, dekat Tokyo, itu diduga akibat cuaca buruk. Kapal Korea tenggelam dan seluruh ABK-nya belum diketahui nasibnya, sedang kapal Panama selamat. Kesembilan pelaut yang hilang dan belum diketahui nasibnya dalam kecelakaan itu adalah Beni Saputra, Proke Paulus, Agus Faesol, Untung Sugiarto, Junaedi, Samina Buarsinman, Imam Supriyanto, Legino Taub dan Robin Guantoro. Di kapal Panama itu juga terdapat dua pelaut Indonesia. KPI, kata Hanafi, bersama Asosiasi Pelaut di Jepang dan Korea Selatan masih mencari informasi tentang identitas pelaut dan crew agent yang mengirim mereka. Di bagian lain, Hanafi juga mengungkapkan 34 pelaut Indonesia ditahan di Kaoh Shiung, Taiwan, dengan tuduhan melakukan "illegal fishing" di perairan Taiwan . Mereka ditangkap aparat keamanan setempat karena tidak dapat menunjukkan dokumen izin penangkapan ikan di perairan Taiwan. Para pelaut kemudian melapor ke Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan, tapi tidak mendapat tanggapan. Akhirnya mereka melapor ke KPI di Jakarta. Bekerjasama dengan Asosiasi Pelaut Perikanan di Taiwan, KPI segera melakukan negosiasi dengan pihak Taiwan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Hasilnya, pemerintah Taiwan berjanji segera memulangkan ke-34 pelaut ke Indonesia secara bertahap. Menurut Hanafi, terlibatnya pelaut Indonesia dalam kasus "illegal fishing" di luar negeri menunjukkan indikasi tidak tertibnya pengiriman pelaut perikanan ke kapal-kapal asing. Selain tidak jelasnya hubungan agen pengirim pelaut dengan pemilik kapal, para pelaut juga tidak dilindungi KKB.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009