Depok (ANTARA News) - Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan UU nomor 13 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (PM) jika tidak aspiratif dapat menyebabkan terjadinya penurunan disiplin dan moril prajurit yang akhirnya dapat menganggu stabilitas keamanan negara.

Hal tersebut dikatakan oleh Tiarsen Buaton, dalam disertasi yang berjudul "Peradilan Militer Dalam Kekuasaan Kehakiman di Indonesia", di kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Sabtu.

Tiarsen menegaskan jika RUU Peradilan Militer tidak mengakomodir aspirasi dari prajurit, namun tetap dipaksakan untuk disahkan karena kepentingan politis, maka tujuan dari hukum itu sendiri tidak akan tercapai.

"Stabilitas keamanan bisa terganggu," jelasnya.

Untuk itu kata dia, DPR dan pemerintah seharusnya melakukan pembahasan secara bersama terlebih dahulu, terhadap hukum formal maupun hukum materialnya yaitu semua ketentuan yang berkaitan dengan Peradilan Militer tersebut.

"Ini penting karena yang akan dibangun adalah sistem Peradilan yang komprehensif bukan parsial," katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur secara spesifik batasan atau definisi kejahatan militer dan kejahatan umum dalam militer. Selama ini kata dia kejahatan umum juga menjadikan yurisdiksi peradilan militer, sebagaimana berlaku di negara lain.

"Hingga saat ini belum ada ketentuan yang mengatur tentang hukum acara untuk memproses prajurit yang melakukan kejahatan umum biasa, kecuali kejahatan HAM besar," jelasnya.

Dikatakan apakah nantinya militer disamakan dengan orang sipil sehingga harus disidik oleh polisi. "Ini perlu dipertimbangkan hati-hati tanpa harus dipaksakan," ujarnya.

RUU Peradilan Militer kata dia perlu dilakukan suatu kajian akademis yang komprehensif terhadap aspek subtansi, asperk struktural, dan aspek kultural, mengingat hukum tersebut hidup dalam komunitas khusus yaitu militer.

Tiarsen mengharapkan disertasi yang ditulisnya ini dapat dijadikan sebagai langkah awal bagi DPR dan Pemerintah untuk mengkaji ulang RUU Peradilan Militer tersebut.

Untuk itu DPR dan pemerintah agar mempertimbangkan ulang apakah prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum perlu diadili di pengadilan umum.

Selain itu Tiarsen juga mengharapkan pemerintah dan DPR tidak mengubah sistem peradilan milter yang berlaku saat ini. Untuk itu kata dia, UU Nomor 4 tahun 2004 tentang kekausaan kehakiman tetap dipertahankan dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

Perubahan terhadap aspek struktural sudah dilakukan dengan menempatkan Peradilan Militer berada dibawah Mahkamah Agung dan hal ini sudah sudah membuat hakim-hakim militer pada peradilan militer lebih independen dan akuntabel.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009