Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pemimpin Malaysia yang akan datang, Najib Razak, mendesak dilakukannya "perubahan besar-besaran" di kalangan partai berkuasa sementara partai tersebut menghadapi pemungutan suara kritis pada minggu ini, demikian menurut wawancara yang diluncurkan hari Minggu seperti dikutip AFP.

Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), yang terus berjuang menjejakkan kakinya kembali menyusul hasil buruk yang diperoleh partai tersebut pada pemilihan umum setahun lalu, dalam kesempatan penyelenggaraan majelis umum pada 24-28 Maret berupaya merancang peta bagi masa depan partai itu.

Najib akan menggantikan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi sebagai ketua partai, yang memimpin koalisi partai Barisan Nasional (BN) namun jabatan-jabatan penting lainnya masih akan diperebutkan.

"Saat ini adalah  masa kritis dalam sejarah UMNO dan BN," kata Najib dalam wawancara dengan New Straits Times.

"Kita perlu melakukan reformasi, baik di dalam partai maupun pemerintahan karena rakyat sudah memberikan sinyal kepada kita pada pemilihan umum yang lalu --yaitu agar kita melakukan perubahan," katanya.

"Kita perlu menerima tantangan ini dengan membuat perubahan besar-besaran terhadap partai dan pemerintahan."

Najib mengatakan bahwa UMNO harus menangani masalah korupsi dalam partai tersebut serta adanya anggapan miring bahwa UMNO adalah partai yang arogan dan mementingkan diri sendiri.

Korupsi merupakan salah satu faktor yang dianggap telah membuat partai tersebut mendapat pukulan pada Pemilu tahun 2008 sehingga membuat pihak oposisi mendapatkan keuntungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk mendapat kekuasaan di lima negara bagian serta sepertiga jumlah kursi di parlemen.

Najib mengatakan tidak ada jaminan bahwa UMNO, yang menjalankan pemerintahan Malaysia sejak kemerdekaan dicapai pada setengah abad lalu, akan tetap menjalankan peran utama.

"Negara-negara lain sudah melalui hal ini (kehilangan kekuasaan).  Apakah UMNO akan mengalami hal serupa, hal itu tergantung dari aksi yang kita jalani sekarang."

Najib menyiratkan bahwa kebijakan kontroversial menyangkut aksi nyata bagi para warga Melayu --yang mendominasi populasi-- harus disesuaikan untuk memberikan manfaat bagi para warga miskin dari etnis aapun.

Malaysia juga memiliki komunitas besar dari etnis China dan India.

"Kalau kita ingin membantu, itu harus didasarkan kepada kepatutan," katanya.

Kendati demikian, Najib baru-baru ini mengatakan tidak akan ada reformasi drastis terhadap kebijakan itu, yang pertama kali diluncurkan pada awal tahun 1970-an oleh ayahnya yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri Malaysia, Abdul Razak, untuk mempersempit jurang kesejahteraan antara penduduk etnis Melayu dan etnis China.

Para kritikus mengatakan kebijakan itu telah gagal, karena secara tidak pantas memberikan keuntungan bagi para pengusaha Melayu sehingga merusak daya saing negara tersebut saat mengalami krisis ekonomi.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009