Seoul (ANTARA News/AFP)- Korea Utara (Korut) mungkin mengirim dua wartawati AS yang ditahan para penjaga perbatasan pekan lalu ke Pyongyang untuk diperiksa, kata kantor berita Korea Selatan (Korsel) Yonhap, Minggu. Deplu AS menyatakan cemas atas nasib dua wartawati, yang diduga ditahan setelah memotret dekat sungai Tumen, satu rute yang dijadikan tempat pelarian bagi mereka yang melarikan diri dari negara komunis itu. Konfirmasi media pemerintah Korut, Sabtu tentang penahanan mereka menunjukkan pemerintah pusat terlibat langsung dalam kasus mereka, kata Yonhap mengutip satu sumber yang tidak disebutkan namanya di China. "Mengingat arti penting dari kasus itu, sangat mungkin kedua wartawati itu dikirim ke Pyongyang untuk diperiksa langsung oleh badan-badan keamanan dan militer," kata sumber itu kepada Yonhap. Korut mungkin menggunakan kasus itu untuk tujuan "politik," tambahnya. Para pejabat pemerintah di Seoul tidak dapat mengkonfirmasikan berita Yonhap itu. Korut, Sabtu, mengkonfirmasikan bahwa pihaknya menahan dua wartawati itu karena "memasuki secara tidak sah wilayah" negara komunis itu pada 17 Maret. Kantor berita resmi Korut KCNA (Korean Central News Agency) dalam satu berita melaporkan: "Satu organ yang kompeten sekarang sedang memeriksa kasus itu" dan tidak memberikan rincian lebih jauh tentang keberadaan para warga AS itu. Sumber-sumber diplomatik mengatakan Washington dan Pyongyang sedang melakukan perundingan menyangkut pembebasan kedua wartawati itu Euna Lee, seorang warga AS asal Korea dan Laura Ling warga AS asal China, yang bekerja pada TV Current di Kalifornia. Ketegangan meningkat di kawasan itu menyangkut rencana Pyongyang untuk meluncurkan sebuah satelit komunikasi, yang menurut AS dan sekutu-sekutunya adalah satu kedok bagi ujicoba rudal jarak jauhnya. Korut adalah salah satu dari negara-negara yang paling terkucil di dunia. Para wartawan yang ingin mengunjungi negara itu harus memperoleh visa-visa khusus dan didampingi para pemandu resmi. Beberapa kunjungan seperti itu diizinkan dalam tahun-tahun belakangan ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009