Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat sebanyak 154 kebijakan daerah bersifat diskriminatif dan 64 kebijakan daerah diantaranya merupakan diskriminasi langsung terhadap perempuan.

"64 kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan itu, adalah bentuk pembatasan hak kemerdekaan berekspresi melalui 21 kebijakan yang mengatur cara berpakaian," kata Ketua Komnas Perempuan, Kamala Chandra Kirana, dalam acara Peluncuran Buku tentang Pemantauan Komnas Perempuan terhadap Kebijakan-Kebijakan Daerah yang Diskriminatif, di Jakarta, Senin.

Kemudian, kata dia, pengurangan hak atas pelindungan dan kepastian hukum karena mengkriminalisasikan perempuan melalui 38 kebijakan tentang pemberantasan prostitusi dan satu kebijakan tentang larangan "khalwat" (mesum).

Ia menambahkan diskriminasi terhadap perempuan iu, empat kebijakan tentang buruh migran dengan pengabaian hak atas penghidupan hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan.

"Selebihnya, 82 kebijakan daerah yang diskriminatif mengatur tentang agama yang sesungguhnya merupakan kewenangan pusat dan telah berdampak pada pembatasan kebebasan setiap warga negara untuk beribadat menurut keyakinannya dan mengakibatkan pengucilan kelompok minoritas," katanya.

Disebutkan, sembilan kebijakan lainnya merupakan pembatasan atas kebebasan memeluk agama bagi kelompok Ahmadiyah.

"Semua pembatasan, pengurangan dan pengabaian ini, merupakan hak-hak konstitusional yang dijamin bagi setiap warga negara Indonesia tanpa kecuali," katanya.

Karena itu, kata dia, Komnas Perempuan membuat sejumlah rekomendasi yang dibuat atas dasar hasil temuan pemantauan itu kepada pimpinan politik baru pasca pemilu 2009 dan lembaga-lembaga negara yang berwenang.

Rekomendasi tersebut, antara lain, presiden RI terpilih agar segera membatalkan demi hukum semua kebijakan daerah yang diskriminatif dan melanggar hak-hak asasi warga negara sebagaimana dialami oleh perempuan dan golongan minoritas, atas dasar tanggung jawab negara untuk pemenuhan HAM.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009