Jakarta (ANTARA News) - Film komedi politik "Wakil Rakyat" yang diluncurkan di penghujung masa kampanye Pemilu Legislatif 2009 mungkin bisa menjadi cermin bagi calon wakil rakyat negeri ini sebelum melenggang ke Senayan.

Dalam film garapan sutradara Monty Tiwa ini kejujuran, empati terhadap sesama, integritas sebagai pemimpin, dan tipu daya para caleg parpol, disamping menjadi tontonan segar dan jenaka, namun juga bisa menjadi bahan renungan bagi para pemilih menjelang pemungutan suara Pemilu Legislatif 9 April mendatang.

Cerita berawal dari kisah Bagyo (Tora Sudiro) yang sederhana, jujur, dan polos, tiba-tiba menjadi terkenal setelah media massa ramai memberitakan laku heroiknya saat menyelamatkan seorang perempuan yang sedang dirampok.

Popularitas Bagyo yang luar biasa lalu dimanfaatkan seorang pemimpin parpol, Wibowo (Tarzan), untuk menarik dukungan konstituen. Ia mendekati si pemuda rendah hati itu, menawarkan uang dan banyak fasilitas apabila bersedia menjadi caleg.

Bagyo yang lagi membutuhkan uang untuk meminang gadis pujaannya, Ani (Revalina S Temat) menerima tawaran itu.

Sebagai orang yang buta politik, tidak memiliki pemahaman tugas seorang wakil rakyat (anggota legislatif), dan tidak memahami visi maupun misi partainya, Bagyo berangkat ke satu tempat terpencil di Wadasrejo, Bantul, Yogyakarta untuk berkampanye.

Alih-alih berkampanye dan menyampaikan orasi politik, Bagyo malah tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun saat berada di depan warga desa tersebut. Desa yang aman tentram tanpa pernah tersentuh hiruk pikuk kampanye parpol itu juga tidak mengenal sosok Bagyo.

Berbagai cara dilakukan Bagyo dan asistennya, Jereng (Vincent Rompies) untuk menarik simpati warga desa.

Sampai akhirnya ketika hari kampanye terbuka tiba, Bagyo dihadapkan pada pilihan, memperjuangkan kepentingan parpol atau menolong seorang perempuan yang akan melahirkan.

Sindiran

Menonton sepak terjang Bagyo seolah menyaksikan wajah politik Indonesia menjelang hajatan besar Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden 2009.

Hampir di semua sudut kota dan desa terpampang poster bergambar wajah-wajah caleg, bendera parpol di sepanjang jalan protokol hingga gang-gang sempit, dan spanduk-spanduk berisi janji-janji partai yang malah mengotori lingkungan.

Tidak semua spanduk itu menyampaikan maksud dan tujuan sebuah partai politik, bahkan tidak cukup untuk menjadi alat komunikasi dengan masyarakat.

Kenyataan itu kemudian dituangkan Monty Tiwa dan Chand Parwez (produser) dalam film "Wakil Rakyat".

Melalui akting kocak para pemainnya, penonton diajak untuk menertawakan polah tingkah calon wakil rakyat yang berusaha aksinya dilihat orang lain sehingga menjadi terkenal dan pidatonya didengar rakyat, tapi melupakan kewajiban mereka untuk melihat lebih dekat rakyat dan bertanya apa yang mereka butuhkan.

Dari tokoh Bagyo, penonton diajak untuk merenungkan hikmah dari rangkaian perjalanan hidupnya bahwa menarik simpati rakyat tidak cukup dengan membagikan sembako gratis, menerikan janji-janji selama selama kampanye, memasang poster dan bendera, atau membagi-bagikan kaos bergambar lambang atau tokok parpol.

Bagyo justru mengajarkan, merebut hati rakyat itu harus menggunakan pendekatan hati, memakai empati, dan strategi yang tidak menyakiti hati rakyat seperti janji-janji tanpa realisasi.

Lewat tokoh-tokoh antagonis seperti Zainuddin (Joe Project P) yang merupakan rival parpol pimpinan Wibowo, dipetik satu pelajaran bahwa pemimpin yang diinginkan rakyat bukan yang narsistis sehingga selalu ingin dilihat orang lain, bukan pula pemimpin yang hanya pandai berpidato dan beretorika.

Karakter sama

Secara keseluruhan film ini cukup unik dan menarik untuk ditonton. Film yang memanfaatkan momentum Pemilu 2009 ini berani menerobos pasar perfilman yang didominasi film horor, drama remaja, dan film drama komedi yang judulnya saja provokatif.

Penampilan para pelawak dan bintang senior di "Wakil Rakyat" juga mampu mengocok perut penonton. Lain dari itu, kehadiran Tessy, Tarzan, Marwoto, Mat Solar, dan Yati Pesek, menjadi pengobat rindu bagi penonton dewasa yang lama menantikan penampilan mereka di layar kaca maupun layar lebar.

Meski sangat apik, film ini memiliki beberapa kekurangan seperti alur cerita yang sangat lambat, dan karakter peran dari para pemain yang tidak jauh berbeda dengan peran mereka di film-film sebelumnya sehingga bisa saja penonton menjadi bosan karenanya.

Contoh, Tora Sudiro yang berperan sebagai pemuda desa dengan logat bicara kental orang Jawa, berkepribadian jujur, polos, dan sederhana. Penampilan ini juga pernah dilakoninya dalam film "Otomatis Romantis" (2008).

Tokoh Abdul, diperankan Jaja Miharja sebagai ayah Ani yang galak, keras kepala, kolot, dan berbicara logat Betawi juga pernah diperankan Jaja di film "Get Married" (2007) yang dibintangi Nirina Zubir.

Demikian juga bintang muda, Francine Roosenda yang menjadi Nanik, perempuan hamil di desa Wadasrejo. Francine juga menjadi perempuan hamil dalam film sebelumnya berjudul "Perempuan Berkalung Sorban" (2009). (*)

Oleh Oleh Desy Saputra
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009