Jakarta (ANTARA News) - Transparency International (TI) Indonesia mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merevisi Surat Edaran No.612/KPU/III/2009 tentang penjelasan teknis pelaporan dana kampanye karena dinilai dapat membahayakan kelangsungan pemilu. Sekretaris Jenderal TI Indonesia Teten Masduki dalam jumpa pers di Kantor TI Indonesia, Jakarta, Jumat, mengatakan, isi surat edaran tersebut hanya menguntungkan partai-partai besar, sehingga partai kecil akan terpuruk, dan kompetisi dalam pemilu menjadi tidak adil. "Surat Edaran KPU tersebut, mengatur tidak adanya pembatasan terhadap sumbangan dana kampanye, sehingga disinyalir adanya `pesanan` dari partai besar melihat dengan keluarnya surat edaran ini partai besarlah yang paling diuntungkan," katanya. Dia menilai, selama ini KPU kurang memperhatikan masalah dana kampanye, mulai dari kewajiban pendaftaran rekening dana kampanye sampai yang masih banyak terjadi pelanggaran sampai pada politik uang. "Dari banyaknya pelanggaran yang terjadi soal pelaporan dana kampanye, KPU hanya diam seribu bahasa, dan tiba-tiba keluar surat edaran yang isinya memberikan keuntungan bagi partai besar untuk mendulang dana kampanye besar-besaran," ujar Teten. Dia menganggap surat yang ditandatangani Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary tanggal 27 Maret lalu itu, bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu No.10 tahun 2008, khususnya pasal 131 dan 133 tentang batasan sumbangan individu dan kelompok. Dalam Surat Edaran tersebut, poin 4 huruf f, menyebutkan bahwa "batasan sumbangan maksimal dana kampanye, baik untuk individu maupun badan usaha, sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 2008 Pasal 131 dan Pasal 133 berlaku untuk sumbangan per transaksi, bukan batasan sumbangan maksimal secara akumulasi". Sementara UU Pemilu mengatur batasan sumbangan untuk individu maksimal Rp1 miliar dan badan usaha maksimal Rp5 miliar dalam satu kali periode pemilu (akumulasi), bukan per transaksi. Dalam jumpa pers itu, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay mengatakan, keluarnya Surat Edaran itu telah memutarbalikkan suatu gagasan pembatasan yang memiliki makna falsafah penting dalam sebuah pemilu. "Surat Edaran KPU ini merupakan suatu hal yang buruk dan `blunder` buat KPU. Dengan edaran itu, yang terjadi adalah suatu pembatasan yang tidak terbatasi, sehingga pemilu yang adil dalam hal pengaturan pendanaan tidak tercipta," katanya kepada wartawan. Ia menjelaskan, pembatasan pendanaan yang hanya dengan `per transaksi` tidak mungkin dilakukan, karena akan memungkinkan sebuah partai politik "dibeli" oleh si penyumbang dana besar. "Jika dibiarkan, nantinya kebijakan pemerintah dapat diatur guna mementingkan kepentingan si penyumbang dana pemilu akan menjadi percuma," tegasnya. (*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009