Jakarta (ANTARA News) - Komite Independen pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia mengungkap dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 9 April 2009 di Provinsi Bengkulu.

Dugaan kecurangan dan kejanggalan diungkapkan Ketua Majelis Nasional KIPP Indonesia, Standarkiaa di Jakarta, Minggu.

Di Provinsi Bengkulu, menurut Standarkiaa, muncul kekhawatiran bahwa kecurangan dilakukan oleh oknum pejabat yang mengintervensi pelaksana pemilu karena adanya konflik kepentingan (conflict of interest).

Dia mengungkapkan, modus dugaan kecurangan, antara lain dilakukan dengan menghilangkan nama pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan mengubah Berita Acara Penghitungan (BAP).

KIPP menemukan ribuan warga masyarakat tidak dapat menggunakan hak pilih karena tidak tercantum dalam DPT.

"Berdasarkan hasil pemantauan lapangan di Bengkulu, kami menemukan sejumlah kejanggalan yang diduga melibatkan penyelenggara pemilu setempat. Misalnya, nama warga yang sebelumnya tercantum di Daftar Pemilih Sementara (DPS), ternyata tidak dapat mencentang karena namanya hilang di DPT," katanya.

Standarkiaa mencontohkan adanya kasus hilangnya 168 nama pemilih di Pasar Ujung dan Pasar Tengah Kabupaten Kepahiang dari DPT padahal mereka sebelumnya tercantum dalam DPS.

Selain itu, ada perubahan BAP di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) setelah sampai di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Namun di beberapa TPS tertentu, para saksi dari parpol tidak dapat berbuat banyak menghadapi kenyataan itu.

"Jadi, kecurangan itu tampaknya sudah diatur sedemikian rupa atau sistematis sehingga kalaupun BAP dibuka di depan umum di PPK, sulit mengetahui adanya kecurangan. Kalau data yang kami butuhkan sudah lengkap, kami berencana akan melakukan gugatan class action ke pengadilan," katanya.

Modus lainnya adalah banyaknya suara yang sebenarnya sah namun dinyatakan tidak sah.

"Misalnya, mencentang dua kali untuk partai dan caleg itu adalah sah, namun oleh petugas KPPS dinyatakan tidak sah," katanya.

Hal itu terjadi, misalnya di TPS 01 Desa Karang Tinggi Kecamatan Karang Tinggi Kabupaten Bengkulu Tengah.

Selain itu, ada juga perbedaan hasil penghitungan antara formulir C1 dengan formulir C2. Misalnya, kasus di TPS 3 Pasar Muara Aman dimana penghitungan suara akhirnya dilakukan dengan menggunakan formulir C2.

KIPP juga mensinyalir ada kekuatan politik tertentu dengan dana besar memobilisasi 20 orang relawan di tiap TPS di Bengkulu untuk melakukan kecurangan.

Karena itu, KIPP mengkhawatirkan bahwa proses pemilu di Provinsi Bengkulu bisa menjadi contoh dari ketidaknetralan aparat pemerintah setempat. Hal ini pada akhirnya berimbas pada ketidaknetralan penyelenggara pemilu mulai dari KPUD sampai ke tingkat KPPS.

Menanggapi temuan KIPP tersebut, Koordinator Divisi Kepemiluan SIGMA Said Salahudin mengatakan, pihaknya juga telah mencium aroma tidak sedap dari proses pemilu di Bengkulu.

Modus yang terjadi di Bengkulu, hampir sama dengan di wilayah lain Indonesia, yaitu mengutak-atik DPT dan BAP.

"Di Bengkulu ada indikasi keterlibatan penyelenggara. Saat ini, kami sedang mengumpulkan data yang lebih lengkap. Beberapa warga yang dirugikan karena tidak terdaftar di DPT sudah melaporkan. Mereka sudah kurang percaya dengan penyelenggara pemilu setempat," katanya.

Said maupun Standarkiaa sangat menyayangkan ketidakberesan proses pemilu yang mengindikasikan keberpihakan penyelenggaraan pemilu setempat terhadap parpol atau caleg tertentu. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009