Yogyakarta (ANTARA News) - Yogyakarta mulai mempersiapkan keakuratan data pemilih untuk pemilihan presiden mendatang dengan memanfaatkan tambahan data dari Badan Kependudukan Keluarga Berencana dan Catatan Sipil (BKKBC).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta menggunakan tambahan data dari BKKBC sebagai pelengkap dalam pemutakhiran data pemilih sebelum menjadi daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu Presiden 2009.

"Selain menggunakan DPT pemilu legislatif sebagai DPS (daftar pemilih sementara) pilpres, kami juga menggunakan data tambahan dari BKKBC," kata anggota KPU Kota Yogyakarta Titok Haryanto di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, dengan data dari BKKBC itu, akan ditambahkan pemilih yang sudah memiliki hak pilih yaitu pemilih yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah, maupun pengurangan data apabila sudah ada yang pindah domisili maupun meninggal dunia.

Sekitar 500 petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) akan melakukan cek dan koreksi terhadap data DPT pemilu legislatif dengan data dari BKKBC.

Berdasarkan data DPT pemilu legislatif, jumlah pemilih yang terdaftar di Kota Yogyakarta sebanyak 329.695 orang.

"Saat ini, PPDP sudah terbentuk dan sedang melakukan pendataan, yang diharapkan selesai sebelum 10 Mei sesuai dengan batas waktu terakhir dari KPU," katanya.

Namun demikian, KPU Kota Yogyakarta terpaksa memberhentikan belasan PPDP yang melakukan pendataan untuk DPT pemilu legislatif, karena berbagai sebab di antaranya kesulitan dalam proses pendataan.

Meski tidak banyak ditemui pemilih ganda atau pemilih yang tidak terdata di Kota Yogyakarta, namun Titok mengatakan kesalahan pendataan itu salah satunya disebabkan karena perbedaan persepsi mengenai maksud dari pindah domisili.

"Petugas masih mengartikan bahwa pindah domisili adalah pindah tempat tinggal, seharusnya adalah pindah kependudukan," katanya.

Namun demikian, ia tetap berharap masyarakat tetap bertindak proaktif untuk mendatangi ketua rukun tetangga (RT) maupun rukun warga (RW), atau kelurahan apabila namanya tidak terdapat dalam DPS pilpres.

"Kami juga telah melakukan sosialisasi di tempat-tempat strategis bahwa pemutakhiran data pemilih akan dilakukan pada awal April," katanya.


Rekapitulasi 20 April

Sementara itu, KPU Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Legislatif 2009 pada 20 April mendatang.

"Kami saat ini sedang fokus pada persiapan rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk tingkat provinsi yang akan dilaksanakan pada 20 April nanti," kata Ketua KPU DIY Any Rohyati di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, KPU DIY sedang mempersiapkan teknis rekapitulasi hasil penghitungan suara dan langsung berkoordinasi dengan KPU kabupaten/kota di DIY tentang kesiapan dan rencana pelaksanaan rekapitulasi tingkat provinsi.

"Kami juga memberitahu KPU kabupaten/kota bahwa pada 20 April 2009 akan dilakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat provinsi. Kami berharap KPU kabupaten/kota sebelum 20 April telah menyelesaikan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota," katanya.

Untuk itu, kata dia, KPU kabupaten/kota diharapkan telah menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota paling lambat 18 April 2009, dan menyerahkannya kepada KPU DIY paling lambat 19 April 2009.

"Dengan demikian KPU DIY dapat melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat provinsi tepat waktu, yakni 20 April 2009. Kami berharap semuanya dapat berjalan lancar sehingga rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak molor," katanya.

Menurut dia, rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Legislatif 2009 saat ini kemungkinan baru dilakukan di tingkat kecamatan, dan diharapkan paling lambat 17 April 2009 seluruh PPK telah menyerahkannya kepada KPU kabupaten/kota.

"Selanjutnya, KPU kabupaten/kota akan melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota yang diharapkan selesai pada 18 April 2009, kemudian diserahkan kepada KPU DIY untuk dilakukan rekapitulasi di tingkat provinsi," katanya.


Surat suara tertukar

Masalah surat suara DPR RI dan DPD untuk daerah pemilihan (dapil) DIY yang tertukar dengan daerah lain pada pemungutan suara Pemilu Legislatif 2009 di Kabupaten Gunungkidul telah selesai.

"Tertukarnya surat suara pada pemungutan suara, Kamis (9/4) lalu telah diselesaikan di tingkat tempat pemungutan suara (TPS)," kata anggota KPU DIY, Mohammad Najib di Yogyakarta, Senin.

Ia mengatakan masalah tersebut telah diselesaikan melalui kesepakatan panitia pemungutan suara (PPS), panitia pengawas kecamatan (panwascam), dan saksi dari sejumlah partai politik (parpol) di TPS.

Kesepakatan itu, menurut dia, menghasilkan keputusan bahwa surat suara yang tertukar dianggap gugur dan tidak ada pemungutan suara susulan terkait dengan masalah tersebut.

Dalam aturan, pemungutan suara susulan karena surat suara tertukar dapat digelar jika ada rekomendasi dari panitia pengawas pemilu (panwaslu) setempat.

Jadi, pelaksanaan pemilu susulan karena surat suara tertukar seperti di Gunungkidul memang tergantung rekomendasi dari panwaslu setempat. Berhubung tidak ada rekomendasi dari Panwaslu Gunungkidul terkait kasus itu, masalah surat suara tertukar dianggap selesai.

"Ada atau tidaknya pemilu susulan atau ulangan, itu berdasarkan rekomendasi dari panwaslu setempat, KPU hanya menjalankan rekomendasi tersebut. Jika ternyata tidak ada rekomendasi dari panwaslu berarti masalah tersebut dianggap selesai, dan tidak ada pemungutan suara susulan," katanya.

Pada pemungutan suara di sejumlah TPS di Gunungkidul, Kamis (9/4), Panwaslu DIY menerima laporan adanya surat suara DPR RI dan DPD dapil DIY yang tertukar dengan daerah lain.

Ketua Panwaslu DIY Agus Triyatno mengatakan pada saat pelaksanaan pemungutan suara di TPS 9 Dusun Karangdawa, Kecamatan Paliyan terdapat surat suara DPR RI dapil DIY tertukar dengan dapil Provinsi Sumatra Utara (Sumut).

"Selain itu, di TPS 12 Dusun Bejiharjo, Grogol, Kecamatan Karangmojo juga ditemukan surat suara anggota DPD DIY tertukar dengan surat suara DPD Provinsi Jawa Tengah (Jateng)," katanya.


Masalah politik uang

Panwaslu Kota Yogyakarta menerima dua laporan dari masyarakat mengenai indikasi adanya "politik uang" yang dilakukan partai politik (parpol) dan calon anggota legislatif (caleg) peserta Pemilu Legislatif 2009.

"Kami menerima dua laporan tentang dugaan politik uang dari masyarakat di dua kecamatan yang ada di kota ini," kata Ketua Panwaslu Kota Yogyakarta Anik Pudjiastuti di Yogyakarta, Senin.

Dari laporan masyarakat, di dua kecamatan yaitu Danurejan dan Kotagede, jumlah uang yang dibagikan caleg atau parpol sebelum pemungutan suara berkisar antara Rp20 ribu sampai Rp50 ribu untuk setiap pemilih.

Ia mengatakan sebuah parpol memberikan uang kepada warga masyarakat secara "door to door", sedangkan seorang caleg memakai cara lain, yaitu meminta warga untuk datang ke rumahnya sebelum memberikan hak pilihnya.

"Masyarakat Danurejan telah memberikan laporan pada Jumat (10/4) lalu, tetapi untuk Kotagede baru disampaikan hari ini," katanya.

Namun demikian, pihak Panwaslu belum dapat meneruskan laporan tersebut sebagai bentuk pelanggaran pidana pemilu, karena kurangnya unsur saksi.

"Tidak ada saksi yang mau memberikan kesaksian telah terjadi politik uang, sehingga belum dapat diteruskan ke Gakumdu (penegakan hukum terpadu)," katanya.

Menurut Anik, pihaknya sudah berusaha menjelaskan kepada pelapor bahwa dalam kasus politik uang saat pemilu, pihak yang akan dihukum adalah pemberi bukan penerima.

"Tetapi untuk mendapatkan warga masyarakat yang berani bersaksi, sangat sulit. Mereka sering maju mundur," katanya.

Untuk menyiasatinya, Panwaslu akan meneruskan laporan masyarakat itu, dan meminta petugas di lapangan untuk mencari informasi di masyarakat.


Honor ditahan

Sementara itu, masalah uang lainnya adalah adanya tudingan terhadap panitia pemilihan kecamatan (PPK) Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY yang diduga sengaja menahan pencairan honor petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara).

Namun, tudingan tersebut dibantah pihak PPK Kecamatan Ngaglik. "Keterlambatan pencairan honor KPPS murni karena taat aturan main dan agar lebih hati-hati dalam penggunaan anggaran," kata Bendahara PPK Kecamatan Ngaglik Sigit Herutomo, Senin.

Menurut dia, sesuai aturan honor bagi petugas dapat diberikan setelah mereka menyelesaikan semua tugas dan menyerahkan SPJ (surat pertanggungjawaban).

"Kode anggaran sangat jelas yakni 999, yakni setiap pengeluaran dana harus ada pertanggungjawaban lebih dulu. Kalau belum ada pertanggungjawaban, kami tidak berani mengeluarkan dana, karena kami anggap tugas mereka belum selesai," katanya.

Ia mengatakan, aturannya mensyaratkan SPJ harus masuk dulu, baru kemudian honor dapat dibayarkan.

"Kami hanya ingin taat aturan yang ada, dan jika di wilayah lain ada PPK yang berani mengeluarkan honor, padahal tugas belum selesai, itu karena mereka berani mengambil risiko," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan PPK Kecamatan Ngaglik tidak berani membayarkan honor sebelum tugas KPPS selesai, karena harus berhati-hati, jangan sampai kasus-kasus penyimpangan seperti dulu muncul lagi dan mereka menerima risikonya.

"Kami tidak ingin terjerat kasus hanya karena tidak taat dengan aturan anggaran," katanya.

Meski demikian, hingga hari ini sejumlah petugas KPPS di Kecamatan Ngaglik yang sudah menyelesaikan tugas mulai mencairkan honor mereka dengan disertai penyerahan SPJ.

"Hari ini yang sudah datang untuk mencairkan honor di antaranya KPPS dari Minomartani dan Sardonoharjo," katanya.

Sigit mengatakan pihaknya sudah sepenuhnya siap membayarkan honor untuk para petugas KPPS.

"Pembayaran atau pencairan honor ini tergantung dari kesiapan petugas KPPS dalam menyerahkan SPJ," katanya.

Ia menambahkan, honor yang ada di PPK Kecamatan Ngaglik total sebesar Rp431,6 juta belum dipotong pajak. "Kalau honor bersih yang ada pada kami sebesar Rp411,099 juta," katanya.

Sementara itu, Ketua KPPS Minomartani Suhardi mengatakan pihaknya sudah menyelesaikan semua persyaratan termasuk telah membuat SPJ lengkap.

"Kalau aturannya memang demikian, maka harus dilaksanakan, jika dana belum siap pun, saya tidak masalah, karena saya pribadi siap nalangi dulu," katanya.

Ia mengatakan dirinya sudah siap dengan dana pribadi jika honor dari PPK belum cair."Namun, ternyata setelah semua syarat dan SPJ kami serahkan, ternyata honor dari PPK dapat dicairkan, sehingga saya tidak perlu menggunakan dana pribadi," katanya.


Usulkan SBY-Hidayat

DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengusulkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Hidayat Nur Wahid sebagai calon presiden dan wakil presiden.

"Usulan ini kami ajukan setelah kami mencermati aspirasi para kader dan simpatisan PKS DIY," kata Ketua DPW PKS DIY Ahamd Sumiyanto, Senin.

Menurut dia, sebagian besar kader dan simpatisan PKS mendukung kemungkinan pasangan Yudhoyono-Hidayat sebagai capres-cawapres pada pemilihan presiden mendatang.

"Para kader dan simpatisan PKS lebih bisa menerima pasangan Yudhoyono-Hidayat daripada kemungkinan pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono X-Hidayat maupun Megawati Soekarnoputri-Hidayat," katanya.

Ia mengatakan pasangan Yudhoyono-Hidayat akan menjadi alternatif pasangan presiden dan wakil presiden yang paling menjanjikan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

"Baik Yudhoyono maupun Hidayat Nur Wahid sama-sama memiliki komitmen kuat untuk pemberantasan korupsi dan mensejahterakan rakyat," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan Hidayat Nur Wahid merupakan figur sederhana, bersih dari korupsi dan merakyat.

"Sosok seperti Hidayat Nur Wahid dibutuhkan Yudhoyono untuk mencapai target dalam pembangunan Indonesia ke depan," katanya.

Ia menambahkan, pihaknya yakin Partai Demokrat akan terbuka untuk berkoalisi dengan PKS guna membangun pemerintahan yang kuat dan efektif.

"PKS yang sementara ini berada di posisi empat perolehan suara dalam pemilu legislatif memiliki peluang besar untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam membentuk pasangan capres-cawapres yang ideal," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009