Semarang (ANTARA News) - Kebijakan penentuan calon anggota legislator (caleg) dengan suara terbanyak memunculkan dugaan adanya praktik jual beli suara yang dilakukan oleh sejumlah oknum Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

"Modus operandinya dengan cara mengambil suara caleg partai lain untuk diberikan kepada caleg yang bersedia memberi imbalan dalam jumlah tertentu," ujar Anggota Komisi A DPRD Jateng M Syahir, di Semarang Selasa.

Ia mengatakan, dugaan tersebut bukan hanya isapan jempol, mengingat di daerah pemilihan (dapil) I Banyumas ada oknum PPK yang menghubungi salah seorang caleg untuk mengatur perolehan suara dengan tarif minimal Rp10 juta.

Dengan cara tersebut, seorang caleg bersangkutan dengan mudah melenggang ke kursi legislator.

Politisi dari PPP yang maju lewat dapil Banyumas dan Banjarnegara mengatakan, praktik kotor tersebut juga terjadi di sejumlah daerah di Jateng.

Berdasarkan pengalaman pemilu 2004 lalu, katanya, kecurangan yang terjadi biasanya memang di tingkat PPK dengan melakukan penggelembungan suara atau penghilangan suara milik caleg dari partai yang tidak terpantau.

Ia menganggap, ada perbedaan antara pemilu tahun lalu dengan pemilu sekarang. Kalau pemilu 2004 persaingan yang terjadi antarparpol, sedangkan pemilu 2009 justru antarcaleg dan antarparpol, sehingga mendorong caleg menempuh berbagai upaya untuk memenangkannya.

Kondisi serupa juga dialami oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng Murdoko. Dia mengatakan, Di Kecamatan Mijen, Kota Semarang, perolehan suara partainya sebanyak 200 suara sempat terselip, tanpa diketahui kejelasannya.

"Setelah diusut, dikatakan terselip," ujarnya.

Murdoko yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Jateng menduga, kejadian tersebut merupakan imbas dari sistem pemilu yang memilih caleg, sehingga masing-masing caleg hanya menyelamatkan perolehan suara dirinya.

"Penyelenggara pemilu juga terkesan kurang profesional, ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan penentuan caleg dengan suara terbanyak tetapi KPU tak menyiapkan perangkat atau metode dalam mengatur teknisnya," ujarnya.

Sejumlah pihak para saksi dari parpol, masyarakat, dan aparat kepolisian serta Panwas untuk menjaga penghitungan suara di tingkat PPK untuk menjaga pemilu tetap bersih dari ulah oknum yang ingin mendapatkan keuntungan sesaat.

Sebelumnya, Ketua KPU Jateng Ida Budhiati mengatakan, kejadian tersebut semata-mata karena kesalahan dalam penulisan. "Hingga kini kami belum menerima laporan terkait dugaan tersebut," ujarnya.

Ia mengatakan, sejumlah kekeliruan dalam penulisan angka tersebut dapat dilakukan pembetulan di tingkat rekapitulasi. "Sepanjang didukung data akurat, bisa dilakukan pembetulan penulisan jumlah suara sebenarnya," ujarnya.

Selain itu, pembetulan hasil rekapitulasi tersebut dapat dilakukan ketika masih di TPS, PPK, hingga tingkat Provinsi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009