Makassar (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, tidak etis bagi partai berlambang pohon beringin itu jika hanya mengajukan satu nama calon wakil presiden (Cawapres) untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

"Sebaiknya lebih dari satu nama, sehingga Pak SBY bisa memilih calon Wapres sesuai dengan visi misinya," kata Akbar Tandjung usai rapat koordinasi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, Barisan Indonesia (Barindo) di Makassar, Sabtu.

Menurutnya, sejumlah calon wapres itu bisa diambil dari hasil rapat konsultasi nasional Partai Golkar yang telah merekomendasikan Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Agung Laksono, Aburizal Bakrie dan Surya Paloh sebagai cawapres Golkar.

Dia menjelaskan, kalau hanya mengajukan satu nama, maka SBY tidak akan memiliki banyak pilihan terlebih SBY telah memberi sinyal akan memilih siapapun Cawapres dari Golkar.

Banyaknya nama yang dimunculkan, kata Akbar, akan memberi dampak yang baik bagi partai. Sebaliknya, jika hanya satu nama akan menimbulkan kontroversi.

Terkait dengan pengajuan namanya sebagai salah satu cawapres, dia mengatakan siap dengan hal tersebut jika memang ada peluang dan ada aspirasi dari kader dan masyarakat.

"Saya sudah siap mendampingi SBY dalam melaksanakan visi beliau lima tahun kedepan," katanya.

Untuk itu, Akbar mengakui telah melakukan komunikasi dengan sejumlah orang dekat SBY, antara lain Ketua DPP Anas Urbaningrum dan jajaran pengurus Partai Demokrat lainnya, kendati dengan SBY sendiri belum melakukan komunikasi apapun.

Sementara itu, terkait dengan penurunan perolehan suara Golkar dalam pemilu legislatif ini, Akbar mengatakan tidak menyetujui evaluasi dan pertanggungjawaban diminta dalam forum Munaslub.

Menurutnya, munaslub tidak berdampak baik bagi roda organisasi serta menanggap menang dan kalah dalam pemilu adalah hal yang wajar.

Lebih baik, kata dia, jajaran pengurus Golkar menunggu hingga munas pada bulan Desember mendatang.

Di forum itulah para kader bisa mengevaluasi kinerja kepengurusan dan meminta pertanggungjawaban.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009