Jakarta (ANTARA News) - Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) yang akan melangsungkan pertemuan tahunan ke-42 di Bali pada 2 sampai 5 Mei 2009 hanya akan melahirkan proyek-proyek utang yang menyebabkan berbagai krisis dan memperburuk kehidupan masyarakat.

Menurut Ketua Koalisi Anti-Utang Dani setiawan dalam siaran persnya di Jakarta, Senin, liberalisasi sektor energi menjadi salah satu contoh skandal terbesar utang ADB di Indonesia yang menyebabkan krisis.

Bersama Bank Dunia dan USAID, ujarnya, ADB memberikan pinjaman untuk melakukan `reformasi sektor energi` di Indonesia dengan mensponsori pembuatan UU Migas dan ikut menyediakan analisis kebijakan harga energi serta penghapusan subsidi, katanya.

"Akibatnya, di negara yang kaya sumber energi ini, rakyat berulang kali mengalami kelangkaan energi karena kebijakan ekspor," katanya.

Ia mencontohkan ladang gas Tangguh sebagai salah satu ladang gas terbesar di Indonesia di mana proyek penggarapan industri ekstraktif gas Tangguh yang juga didanai oleh ADB 350 Juta dollar AS itu telah menyebabkan 110 keluarga atau 511 penduduk terusir dari daerahnya, Tanah Merah, dan membuat mereka harus berpindah sejauh 3.5 km dari desa mereka.

Sementara di sektor kelautan dan perikanan yang telah dimulai sejak tahun 1970an, menjadikan sedikitnya 5 juta hektar laut Indonesia di 29 kawasan konservasi laut, berada di luar manajemen nelayan tradisional.

"Pertambakan tradisional telah distimulasi menjadi industri-industri pertambakan udang yang melayani 90 persen kebutuhan konsumsi udang dunia," katanya.

Hasilnya, 4,2 juta hektare hutang bakau (mangrove) pada tahun 1982 telah menyusut menjadi 1,9 juta hektare pada tahun 2008, bahkan sedikitnya Rp648 miliar harus menjadi beban utang negara setiap tahunnya, hingga tahun 2013 mendatang, tambahnya.

"Pinjaman ADB untuk sektor pertanian tidak menjadikan petani semakin membaik kualitas kehidupan mereka, bahkan sebaliknya proyek tersebut menjadikan petani khususnya perempuan petani semakin kesulitan dalam memproduksi dan mendistribusikan hasil pertanian mereka," katanya.

Proyek ADB di sektor energi dan program perubahan iklim juga telah berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara besar-besaran.

"Bersama Bank Dunia, ADB telah menjadi penggerak utama privatisasi layanan sosial di kawasan Asia Pasifik. ADB terlibat dalam praktik privatisasi air di Indonesia, India, Pakistan, Korea Selatan, Nepal dan Sri Lanka. ADB Juga mendanai privatisasi listrik dalam proyeknya di Filipina, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Indonesia, India dan banyak tempat lainnya," katanya.

Pihaknya, lanjut dia, meminta pemerintah Indonesia agar menuntut pertanggungjawaban ADB atas penyaluran proyek utang yang telah melahirkan kerusakan sosial dan ekonomi bagi rakyat dan bangsa Indonesia dengan cara menghapuskan utang luar negeri yang tidak sah dan membatalkan semua komitmen utang yang belum dicairkan.

Pemerintah juga harus mendesak ADB melakukan pemulihan atas biaya sosial dan ekonomi yang telah ditanggung rakyat atas kontrak-kontrak proyek utang yang tidak adil dan hanya menguntungkan korporasi dan elit politik.

Pemerintah Indonesia, ujarnya, juga harus menyatakan keluar dari keanggotaan ADB dan menggalang dukungan dari negara-negara lainnya untuk mendesak pembubaran ADB sebagai bentuk koreksi atas sistem ekonomi neoliberalisme yang telah melahirkan krisis berkepanjangan dan kemiskinan rakyat di negara-negara Asia.

Pihaknya juga mendorong inisiatif pembentukan alternatif lembaga keuangan baru di tingkat regional yang mencerminkan keadilan dan keterlibatan dari semua negara di kawasan Asia dalam membuat keputusan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009