Jakarta (ANTARA News) - Pengamat masih menebak-nebak calon wapres yang akan dipilih Susilo Bambang Yudhoyono dan analisis mengenai figur cawapres hampir selalu memunculkan nama yang dinilai pantas untuk mendampingi Yudhoyono.

Pengamat politik dari Universitas Paramadhina Jakarta, Dr Bima Arya Sugiarto dan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Maswadi Rauf secara terpisah di Jakarta, Selasa, mengakui, sampai saat ini masih sulit memrediksi cawapres bagi Yudhoyono karena koalisi antarpartai belum bisa diselesaikan.

Bima Arya Sugiarto berpendapat, jika Yudhoyono dan Partai Demokrat tidak menggandeng Partai Golkar dalam koalisinya, maka figur yang mungkin mendampingi Yudhoyono adalah tokoh partai dari PKS, seperti Hidayat Nurwahid dan Tifatul Sembiring.

Tokoh lain yang berpeluang adalah Muhaimin Iskandar atau Lukman Edy dari PKB, sedangkan tokoh dari PAN yang berpeluang adalah Sutrisno Bachir dan Hatta Rajasa.

Menurut dia, Yudhoyono akan memilih cawapres berdasarkan lima kriteria dan mempertimbangkan tiga hal, seperti "track record" politik, keparlemenan dan kepartaian.

"Jika kita lihat Nurwahid hanya memiliki pengalaman partai dan parlemen, sementara Tifatul hanya di partai. Sedangkan kalau melihat Muhaimin dan Lukman Edy, saya rasa kurang ada `chemistri`. Begitu juga dengan Sutrinso Bachir yang hanya memiliki pengalaman kepartaian. Kalau menurut saya yang paling pantas dari nama-nama itu adalah Hatta Rajasa karena memiliki `track record` politik, parlemen dan kepartaian," kata Bima Arya.

Bima menilai, Hatta Rajasa merupakan politisi yang memiliki pengalaman di birokrat karena dua kali menjadi menteri. "Hatta juga memiliki pengalaman sebagai ketua fraksi di DPR, paling tidak bisa berguna demi menghadapi kuatnya oposisi di parlemen," katanya.

Jika Yudhoyono memilih Muhaimin atau Lukman Edy, menurut dia, hal itu lebih untuk mementingkan keamanan pemerintahan karena kedua tokoh PKB ini tidak akan bermanuver yang dapat mengganggu hubungan presiden dengan wapres.

Menurut Bima, dengan kondisi seperti ini, lebih baik Yudhoyono cepat menentukan calon wakil presidennya. Hal ini juga untuk mencegah agar tidak ada spekulasi atau tuduhan memecah belah partai lain yang akhir-akhir ini ditujukan padanya.

Jika terus dibiarkan seperti ini maka tudingan itu bisa dianggap benar dan kondisi akan berbalik menghantam Yudhoyono. Masyarakat bisa memandang benar ada yang memainkan tokoh-tokoh politik itu, katanya.

Menurut dia, tidak ada salahnya Yudhoyono segera menajamkan lima kriteria yang telah disampaikan beberapa waktu lalu. Penegasan kembali kriteria tesebut akan membuat daftar calon menjadi mengerucut sehingga spekulasi bursa cawapres dapat mereda.

"Dari lima kiriteria itu harus ditajamkan dan setiap calon wakil presiden juga harus menyadari bahwa sebenarnya ada satu kriteria yang juga sangat penting, yang menurut saya, memang tidak disebutkan Yudhoyono namun sudah menjadi konsensus partai politik, yaitu kriteria Jawa-non Jawa. Ini harus disadari dan masing-masing cawapres, yang bukan Jawa, juga harus bisa menerima hal ini," katanya.

Sedangkan Maswadi Rauf berpendapat, pembicaraan mengenai calon wakil presiden yang akan mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono pada Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2009 masih terlalu dini. Hal ini karena pembicaraan koalisi partai politik yang akan mendukung Yudhoyono sampai saat ini belum tuntas.

"Masih terlalu pagi untuk mengatakan siapa yang pantas mendampingi Yudhoyono sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya pada pilpres 2009. Ini karena koalisi yang akan dibentuk pun belum tuntas dalam arti yang sesungguhnya. Masih banyak partai politik yang menawar-nawar posisi pada koalisi yang akan dibentuk oleh Partai Demokrat," kata Maswadi.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009